Tampilkan postingan dengan label perekonomianindonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label perekonomianindonesia. Tampilkan semua postingan

Senin, 26 Juni 2023

APBD dan Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah

 Siklus Pengelolaan Keuangan APBD

  1. Klasifikasi anggaran APBD

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan peraturan daerah.tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai tanggal 1 Januari sampai tanggal 31 Desember.

  1. Anggaran Pendapatan Daerah, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah, yang diklasifikasikan berdasarkan ekonomi (menurut jenis pendapatan), misalnya, klasifikasi pendapatan pada APBD kota/Kab: 

  1. PAD (Pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah,dst), 

  2. pendapatan transfer dari pemerintah pusat (bagi hasil pajak dan SDA, DAU, DAK, dst),

  3.  pendapatan bagi hasil dari pemerintah provinsi (bagi hasil PKB),

  4.  lain-lain pendapatan yang sah (pendapatan hibah, dana darurat, dst).

  1. Belanja Daerah, meliputi semua semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah digunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenang provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja diklasifikasikan menurut:

  1. Klasifikasi ekonomi, yaitu pengelompokan belanja berdasarkan jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas (belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga,belanja modal, dll)

  2. Klasifikasi organisasi, yaitu pengelompokan biaya berdasarkan unit organisasi pengurus anggaran. (Contoh untuk pemda: belanja secretariat DPRD; belanja secretariat pemda; belanja dinas; belanja lembaga teknis)

  3. Klasifikasi fungsi, yaitu pengelompokan belanja berdasarkan fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (Contoh untuk pemda; pelayanan umum; pertahanan; ketertiban keamanan; ekonomi; perlindungan lingkungan hidup; perumahan dan pemukiman; kesehatan; pariwisata dan budaya; agama; pendidikan; perlindungan social). 


  1. Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan suatu rangkaian proses pengelolaan keuangan daerah yang dimulai dari penganggaran yang ditandai dengan ditetapkannya APBD, pelaksanaan dan penatausahaan atas APBD, serta pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Image result for siklus pengelolaan keuangan daerah

Perencanaan dan penanggaran dimulai dari RPJMD yaitu menyusun dokumen perencanaan untuk periode 5 tahun dengan menjabarkan visi,misi dan program kepala daerah yang berpedoman pada RPJP daerah dengan memperhatikan RPJM nasional dan SPM yang ditetapkan oleh pemerintah, dimana jangka waktu penetapan ini paling lambat 3 bulan setelah kepala daerah dilantik.Selanjutnya RKPD yaitu membuat dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 tahun yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah yang isinya memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah dan rencana kerja yang terukur dan pendaannya. 

Kebijakan Umum APBD memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 tahun yang isinya kebijakan umum APBD memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsi penyusunan APBD, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan daerah dan strategi pencapaiannya, strategi pencapaian memuat langkah-langkah kongkrit dalam pencapaian target. PPAS merupakan program prioritas dan patokan batas maksimum anggran yang dierikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD; prioritas disusun berdasarkan urutan pemerintahan yang menjadi kewajiban daerah berupa prioritas pembangunan daerah, SKPD yang melaksankan dan program/kegiatan yang terkait; prioritas disusun berdasarkan rencanapendapatan, belanja dan pembiayaan; prioritas belanja diuraikan menurut prioritas pembangunan daerah, sasaran, SKPD yang melaksanakan; plafon anggaran sementara diuraikan berdasarkan urusan dan SKPD, program dan kegiatan, belanja tidak langsung (belanja pegawai, bunga ,subsidi, hibah, bantuan social, belanja bagi hasil, banyuan keuangan dan belanja tidak terduga). 

Pedoman penyusunan RKA-SKPD/RKA PPKD SE memuat hal-hal; a)prioritas pembangunan daerah dan program kegiatan yang terkait; b) alokassi plafon anggaran sementara untuk setiap program kegiatan SKPD; c) batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD; d) dokumen sebagai lampiran surat dengan meliputi KUA, PPAS, analisis standar belanja dan standar satuan harga. RKA SKPD ini berdasrkan pedoman penyusunan RKA-SKPD yang disusun oleh kepala SKPD yang memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengtan rincian objek pendapatan dan belanja, serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya dengan penyusunan pendekatan ( kerangka pengeluaran jangka menengah daerah; penganggaran terpadu; penganggaran berdasarkan prestasi kerja).

Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah APBD dimulai dari kepala SKPD menyampaikan RKA-SKPD kepada PPKD untuk ditelaah dan dibahas oleh tim anggaran pemerintah daerah untuk menelaah kesesuaia dengan (kebijakan umum APBD, priortitas dan plafon anggaran sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dokumen perencanaan lainnya, capaian kinerja, indicator kinerja, analisis standar kinerja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal.

Pelaksanaan dan penatausahaan APBD yaitu terdiri dari pendapatan daerah yang berisikan PAD (Pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah,dst), pendapatan transfer dari pemerintah pusat (bagi hasil pajak dan SDA, DAU, DAK, dst),pendapatan bagi hasil dari pemerintah provinsi (bagi hasil PKB), lain-lain pendapatan yang sah (pendapatan hibah, dana darurat, dst). Belanja daerah yang didalamnya melakukan kegiatan berdasarkan klasifikasi belanja menurut organisasi, klasifikasi belanja menurut fungsi, menurut program dan kegiatan serta menurut jenis belanja. Pembiayaan daerah yang pelaksanaan nya terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

Penyampaian dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah APBD dimulai dari kepala daerah kepada DPRD yang menyampaikan raperda tentang APBD serta memberikan penjelasan disertai dengan dokumen pendukung. Dibahas dalam rangka memperoleh persetujuan bersama yang menitikberatkan pada kesesuaian antara KUA serta PPAS dengan program dan kegiatan yang diusulkan dalam raperda tentang APBD.

Penetapan perda tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran RAPBD dimana kepala daerah menetapkan raperda APBD dan raperkepda tentang penjabaran RAPBD (yang telah dievaluasi) menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran RAPBD disampaikan kepada provinsi dan kabupaten.

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD berisi (laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan) bentuk dan isi LPJ pelaksanaan APBD disusun dan disajikan sesuai standar akuntansi pemerintahan(pp no24/2005) dilampiri laporan keuangan perusahaan daerah.Setelah proses pertanggungjawaban makan akan dilakukan pemeriksaan atas laporan keuangan yang diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan(BPK).

  1. Bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan,system ini digunakan untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan terhadap penyalahgunaan kekuasaan diantara penyelenggara Negara dimana pemerintah bertanggungjawab atas penyelenggaran keuangan terebut kepada DPR/DPRD.

Sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar pemerintah, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam system pemerintahan republic Indonesia yaitu, pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas cakupannya memberikan arahan kepada pemerintah yang cakupannya lebih sempit. Adanya pemerintah yang menghasilkan pajak mengakibatkan dilakukannya system bagi hasil, akokasi dana umum, hibah atau subsidi antar pemerintah.

Pengaruh proses politik, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat. Sehubung dengan hal tersebut, pemerintah berupaya mewujudkan keseimbangan fiscal dengan mempertahankan kemampuan keuangan Negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber lainnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Prosses politik disini untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat.

Hubungan antara pembayaran pajak dan pelayanan pemerintah, yaitu karena pada dasarnya sebagian besar pendapatan pemerintah bersumber dari pajak karena pajak itu sendiri bersifat memaksa sehingga pajak ini dapat berguna untuk pelayanan kepada masyarakat. Jumlah pajak yang dipungut dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah mengandung sifat tertentu yang wajib dipertimbangkan dalam mengembangkan laporan keuangan.

Anggaran sebagai pernyataan kebijakan public, target fiscal dan sebagai alat pengendalian, yaitu anggaran mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu periode tertentu yang biasaanya mencangkup periode tahunan. Karena anggaran sendiri memiliki fungsi pengaruh penting di  lingkungan pemerintah dalam akuntansi dan pelaporan keuangan.

Investasi dalam asset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan, pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk asset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan bagi pemerintah. Sebagian besar asset tersebut mempunyai masa manfaat yang lama  sehingga program pemeliharaan dan rehabilitas yang memadai diperlukan untuk mempertahankan manfaat yang hendak dicapai. Dengan demikina, sebagian asset tersebut tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi pemerintah tapi menimbulkan komitmen pemerintah untuk memeliharanya di masa mendatang.

Kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian, entitas akuntansi mampu menunjukan keseimbangan antara belanja dan pendapatan atau transfer yang diterima. Akuntansi dana dapat diterapkan untuk tujuan pengendalian masing-masing kelompok dana selain kelompok dana umum sehingga perlu dipertimbangkan dalam pengembangan pelaporan keuangan pemerintah.


Minggu, 09 April 2023

UMKM di Indonesia

 

2.1.1        Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

2.1.1.1  Definisi UMKM

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Bab 1 Pasal 1: Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro. Usaha kecil adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha bukan merupakan anak cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau besar yang memenuhi kriteria usaha kecil. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha kecil atau Usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan.

Sedangkan menurut Kurnia dan Arni (2020) Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ialah suatu bentuk usaha produktif dengan karakteristik yang berbeda-beda, yang dimiliki oleh perorangan atau badan usaha yang kebanyakan aktivitasnya bergerak dalam bidang perdagangan. Dindin (2021) mendefinisikan UMKM sebagai unit usaha produktif yang berdiri sendiri yang dijalankan orang perorangan ataupun badan usaha pada berbagai sektor ekonomi, meliputi sektor perdagangan, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan jasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa UMKM merupakan usaha produktif yang bergerak diberbagai sektor, yang dijalankan oleh perseorangan atau badan usaha dengan karakteristik yang berbeda-beda.

2.1.1.2  Kriteria UMKM

Adapun kriteria dari UMKM yang ada di Indonesia menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 pasal 6 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai berikut:

1.    Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a.    memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b.    memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

2.    Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a.    memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b.    memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

3.    Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a.    memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b.    memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Tabel 2.1

Perbandingan Omzet dan Aset UMKM

Ukuran Usaha

Kriteria

Omzet/Tahun

Aset

Usaha Mikro

Maksimal Rp. 300 Juta

Maksimal Rp. 50 Juta

Usaha Kecil

>Rp. 300 Juta – Rp. 2,5 Miliar

> Rp. 50 Juta – Rp. 500 Juta

Usaha Menengah

>Rp. 2,5 Miliar – Rp. 50 Miliar

>Rp. 500 Juta – Rp. 10 Miliar

Sumber: UU RI Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM (diolah penulis, 2021)

Lebih lanjut menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Dindin (2020) bahwa Usaha Mikro merupakan usaha dengan total pegawai tetap hingga 4 orang; Usaha Kecil merupakan usaha dengan total pegawai 5-19 orang; Usaha Menengah merupakan usaha dengan total pegawai 20-99 orang.

Kamis, 21 Maret 2019

Industrialisasi di Indonesia




BAB I

PENDAHULUAN


1.              Latar Belakang

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Dengan demikian, industri merupakan bagian dari proses produksi. Bahan-bahan industri diambil secara langsung maupun produksi dalam industri itu disebut dengan perindustrian. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas,  yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Karena merupakan kegiatan ekonomi  yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya.

2.      Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan makalah sebagai berikut.    
1.      Apa yang dimaksud dengan industrialisasi?
2.      Apa Konsep dan Tujuan industrialisasi?
3.      Apa Dampak Sosial dan Lingkungan dari Industrialisasi?
4.      Bagaimana sejarah sektor industri di Indonesia?
5.      Apa saja faktor-faktor pendorong industrialisasi di Indonesia?
6.      Apa saja faktor-faktor penghambat industrialisasi Di Indonesia?
7.      Bagaimana Kebijakan Industrialisasi?
8.      Apa Dampak Industrialisasi di Indonesia?

3.      Tujuan

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk:
1.      Mengetahui dan Memahami Apa Yang Dimaksud Dengan Industrialisasi.
2.      Mengetahui dan memahami konsep dan tujuan dari industrialisasi
3.      Mengetahui dan memahami dampak social dan lingkungan dari industrialisasi
4.      Mengetahui dan memahami sejarah industrialisasi di Indonesia
5.      Mengetahui dan memahami faktor-faktor pendorong industrialisasi di Indonesia
6.      Mengetahui dan memahami faktor-faktor penghambat industrialisasi di Indonesia
7.      Mengetahui dan memahami bagaiamana  kebijkan industrialisasi.
8.      Mengetahui dan memahami apa yang menjadi dampak dari industrialisasi Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN


1.       Pembahasan

1.1.           Pengertian Industrialisai

Industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri[1]. Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan di mana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi di mana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.‘[1]
Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia di mana manusia mengubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan atau tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hukum yang menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya[2].
Negara pertama yang melakukan industrialisasi adalah Inggris ketika terjadi revolusi industri pada abad ke 18[3].

1.2.           Konsep dan Tujuan Industrialisasi

tujuan industrialisasi itu sendiri adalah untuk memajukan sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap Negara,dengan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas,dengan industrialisasi ini maka,Negara berkembanga yang mampu memanfaatkannya dengan baik,maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara tersebut.
Industrialisasiè suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam meilmpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.


1.3.           Dampak Sosial dan Lingkungan

  1. Urbanisasi
Terpusatnya tenaga kerja pada pabrik – pabrik di suatu daerah, sehingga daerah tersebut berkembang menjadi kota besar.[6].
  1. Eksploitasi tenaga kerja
Pekerja harus meninggalkan keluarga agar bisa bekerja di mana industri itu berada.
  1. Perubahan pada struktur keluarga
Perubahan struktur sosial berdasarkan pada pola pra industrialisasi di mana suatu keluarga besar cenderung menetap di suatu daerah. Setelah industrialisasi keluarga biasanya berpindah pindah tempat dan hanya terdiri dari keluarga inti (orang tua dan anak – anak). Keluarga dan anak – anak yang memasuki kedewasaan akan semakin aktif berpindah pindah sesuai tempat di mana pekerjaan itu berada.
  1. Lingkungan hidup
Industrialisasi menimbulkan banyak masalah penyakit. Mulai polusi udara, air, dan suara, masalah kemiskinan, alat alat berbahaya, kekurangan gizi. Masalah kesehatan di Negara industri disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial politik, budaya dan juga patogen[7] (mikroorganisme penyebab penyakit)

1.4.           Sejarah Industri di Indonesia

Pada sekitar tahun 1920-an industri-industri moderen di Indonesia hampir semuanya dimiliki oleh orang asing meskipun jumlahnya relatif sedikit. Industri kecil yang ada pada masa itu hanya berupa industri-industri rumah tangga seperti penggilingan padi, tekstil dan sebagainya, yang tidak terkoordinasi. Tenaga kerja terpusat di sektor pertnian dan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan ekspor pemerintah kolonial. 

Perusahaan besar American Tobacco dan perakitan kendaraan bermotor General Motor Car Assembly. Depresi besar yang melanda sekitar tahun 1930-n telah meruntuhkan perekonomian. Penerimaan ekspor turun dari 1.448 juta Gulden (tahun 1929) menjadi 505 juta Gulden (tahun 1935) sehingga mengakibatkan pengangguran. Situasi tersebut memaksa pemerintah kolonial mengubah sistem dan pola kebijaksanaan ekonomi dari menitikberatkan pada sektor perkebunan ke sector industri, dengan memberikan kemudahan-kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian industri baru.

Menurut sensus industri kolonial pertama (1939), industri-industri yang ada ketika itu telah memperkerjakan tenaga kerja sebanya 173 ribu orang yang bergerak di bidang pengolahan makanan dan tekstil serta barang-barang logam, semuanya milik asing. Meskipun sumber dan struktur investasi pada masa itu tidak terkoordinasi dengan baik tetapi, menurut sebuah taksiran, stok investasi total di Indonesia pada tahun 1937 lebih kurang sebesar US$ 2.264 juta, lebih dari separuhnya (US$ 1.411 juta) dimiliki oleh sektor swasta. Dari jumlah tersebut Belanda memegang andil terbesar dengan 63%, kemudian Ingris 14%, Cina 11%, dan Amerika Serikat 7%. 

Pada masa Perang Dunia II kondisi industrialisasi cuku baik. Namun keadaanya terbalik semasa pendudukan Jepang. Hal itu disebabkan adanya larangan impor bahan mentah, diangkutnya barang-barang kapital ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja (romusha) sehingga investasi asing pada masa itu praktis nihil. Limabelas tahun kemudian setelah merdeka, Indonesia menjadi pengimpor besar barang-barang kapital dan teknologi, serta mulai memprioritaskan pengembangan sektor industri dan menawarkan investasi asing. Berkat kebijaksanaan itu, penanam modal asing mulai berdatangan meskipun masih dalam taraf coba-coba.

Pada tahun 1951 pemerintah meluncurkan kebijaksana RUP (Rencana Urgendi Perekonomia). Program utamanya menumbuhkan dan mendorong industri-industri kecil bagi pribumi sembari memberlakukan pembatasan-pembatasan industri-indutri besar atau modern yang banyak dimiliki oleh Eropa dan Cina. Kebijaksanaan RUP ternyata menyebabkan investasi asing berkurang, apalagi dengan adanya situasi politik yang sedang bergejolak pada masa itu; namun di lain pihak telah memacu tumbuh suburnya sektor bisnis oleh kalangan pribumi, kendati masih relatif kecil. Meyadari situasi demikian, pemerintah kemudian beralih ke pola kebijaksanaan yang menitikberatkan pengembangan indutri-industri yang dijalankan atau dimiliki oleh pemerintah.

Sesudah tahun 1957 sektor industri mengalami stagnasi dan perekonomian mengalami masa teduh sepanjang tahun 1960-an sektor industri praktis tidak berkembang. Selain akibat situasi politik yang selalu beergejoak juga disebabkan karena kelangkaan modal dan tenaga ahli serta terampil. Aliran modal yang masuk mayoritas dari negara sosialis dalam bentuk pinjaman (hampir setengahnya dari Rusia). Pada masa itu perekonomian dalam keadaan sulit akibat inflasi yang parah dan berkepanjangan menurunya PDB, kecilnya peran sektor industri (hanya sekitar 10% dari PDB) dan tingginya angka penganggguran. Sektor industri didominasi oleh industri-industri berat seperti pabrik baja di Cilegon dan pabrik super Fosfat di Cilacap. Keadaan ini terwariskan kepemerintahan orba. Pemerintah Orde Baru melakukan perubahan-perubahan besar dalam kebijakan perindustrian. Keadaan semakin baik dengan berhasilnya kebijakan stabilitas di tingkat makro dan dilaksanakannya kebijakan diberbagai bidang,

1.5.           Faktor-faktor pembangkit Industri Indonesia

Adapun faktor-faktor pembangkit industri di Indonesia, antara lain:[9]:
  1. Struktur organisasi
Dilakukan inovasi dalam jaringan institusi pemerintah dan swasta yang melakukan impor. Sebagai pihak yang membawa,mengubah, mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi.
  1. Ideologi
Perlu sikap dalam menentukan pilihan untuk mengembangkan suatu teknologi apakah menganut tecno-nasionalism,techno-globalism, atau techno-hybrids[10].
  1. Kepemimpinan
Pemimpin dan elit politik Indonesia harus tegas dan cermat dalam mengambil keputusan. Hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan pasar dalam negeri maupun luar negeri.

1.6.           Faktor penghambat Industri Indonesia:

Faktor-faktor yang menjadi penghambat industri di Indonesia meliputi[11]:
  1. Keterbatasan teknologi
Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi menghambat efektifitas dan kemampuan produksi.
  1. Kualitas sumber daya manusia
Terbatasnya tenaga profesional di Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan mengoperasikan alat alat dengan teknologi terbaru.
  1. Keterbatasan dana pemerintah
Terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi

1.7.           Kebijakan Industrialisasi

 Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum.
      Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hokum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi  tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.
      Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan pentingnya organisasi, termasuk identifikasi.
berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis , menejeman , finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.
      Pemerintahan orde baru melakukan perubahan-perubahan besar dalam kebijakan perindustrian. Ada tiga aspek kebijakan ekonomi orde baru yang menumbuhkan iklim lebih baik bagi pertumbuhan sektor industri. Ketiga aspek tersebut adalah:
1.      Dirombaknya sistem devisa. Sehingga transaksi luar negeri menjadi lebih bebas dan lebih sederhana.
2.      Dikuranginya fasilitas-fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara, dan kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sektor swasta bersama-sama dengan sektor BUMN.
3.      Diberlakukannya undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA).
Dalam implementasinya ada empat argumentasi basis teori yang melandasi suatu kebijakan industrialisasi, yaitu :
1.      Keunggulan komperatif
Negara-negara yang menganut basis teori keunggulan komperatif (comparative advantage) akan mengembangkan sub sektor atau jenis-jenis industri yang memiliki keunggulan komparatif baginya.
2.      Keterkaitan industrial
Negara-negara yang bertolak dari keterkaitan industrial (industrial linkage) akan lebih mengutamakan pengembangan bidang-bidang kegiatan atau sektor-sektor ekonomi lain.
3.      Penciptaan kesempatan kerja
Negara yang industrialisasinya dilandasi argumentasi penciptaan lapangan kerja (employment creator) niscaya akan lebih memprioritaskan pengembangan industri-industri yang paling banyak tenaga kerja. Jenis industri yang dimajukan bertumpu pada industri-industri padat karya dan indsutri-industri kecil.
Loncatan teknologi
Negara-Negara yang menganut argumentasi loncatan teknologi (teknologi jump) percaya bahwa industri-industri yang menggunakan tehnologi tinggi (hitech) akan memberikan nilai tambah yang sangat baik, diiringi dengan kemajuan bagi teknologi bagi industri-industri dan sektor lain.
Sebagai negara industri maju baru, sektor industri Indonesia harus mampu memenuhi beberapa kriteria dasar antara lain:
1)      Memiliki peranan dan kontribusi tinggi bagi perekonomian Nasional,
2)      IKM memiliki kemampuan yang seimbang dengan Industri Besar,
3)      Memiliki struktur industri yang kuat (Pohon Industri lengkap dan dalam),
4)      Teknologi maju telah menjadi ujung tombak pengembangan dan penciptaan pasar,
5)      Telah memiliki jasa industri yang tangguh yang menjadi penunjang daya saing internasional industri, dan
6)      Telah memiliki daya saing yang mampu menghadapi liberalisasi penuh dengan negara-negara APEC.
Diharapkan tahun 2020 kontribusi industri non-migas terhadap PDB telah mampu mencapai 30%, dimana kontribusi industri kecil (IK) ditambah industri menengah (IM) sama atau mendekati kontribusi industri besar (IB). Selama kurun waktu 2010 s.d 2020 industri harus tumbuh rata-rata 9,43% dengan pertumbuhan IK, IM, dan IB masing-masing minimal sebesar 10,00%, 17,47%, dan 6,34%.
Untuk mewujudkan target-target tersebut, diperlukan upaya-upaya terstruktur dan terukur, yang harus dijabarkan ke dalam peta strategi yang mengakomodasi keinginan pemangku kepentingan  berupa strategic outcomes yang terdiri dari:
1)      Meningkatnya nilai tambah industri,
2)      Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri,
3)      Kokohnya faktor-faktor penunjang pengembangan industri,
4)      Meningkatnya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri yang hemat energi dan ramah lingkungan,
5)      Menguat dan lengkapnya struktur industri,
6)      Meningkatnya  persebaran pembangunan industri, serta
7)      Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB.
Dalam rangka merealisasikan target-target tersebut, Kementerian Perindustrian telah menetapkan dua pendekatan guna membangun daya saing industri nasional yang tersinergi dan terintegrasi antara pusat dan daerah. Pertama, melalui pendekatan top-down dengan pengembangan 35 klaster industri prioritas yang direncanakan dari Pusat dan diikuti oleh partisipasi daerah yang dipilih berdasarkan daya saing internasional serta potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kedua, melalui pendekatan bottom-up dengan penetapan kompetensi inti industri daerah yang merupakan keunggulan daerah, dimana pusat turut membangun pengembangannya, sehingga daerah memiliki daya saing. Pengembangan kompetensi inti di tingkat provinsi disebut sebagai Industri Unggulan Provinsi dan di tingkat kabupaten/kota disebut Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota.
Pendekatan kedua ini merupakan pendekatan yang didasarkan pada semangat Otonomi Daerah. Penentuan pengembangan industri melalui penetapan klaster industri prioritas dan kompetensi inti industri daerah sangat diperlukan guna memberi kepastian dan mendapat dukungan dari seluruh sektor di bidang ekonomi termasuk dukungan perbankan.



1.8.           Dampak Industrialisasi di Indonesia

Teknologi memungkinkan negara tropis seperti Indonesia untuk memanfaatkan kekayaan hutan untuk meningkatkan devisa negara dan pembangunan infrastruktur. Hilangnya hutan di Indonesia berarti hilang juga tanaman - tanaman yang memiliki khasiat sebagai obat dan juga fauna langka yang hidup di ekosistem hutan tersebut.
Dibalik kesuksesan Indonesia dalam pembangunan sebenarnya ada kemerosotan dalam cadangan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan. Pada kota kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Medan, Jakarta, Surabaya, Bandung, Lhoksumawe, bahkan hampir seluruh kota kota di pulau Jawa sudah mengalami peningkatan suhu udara, Walaupun daerah tersebut tidak pesat perkembangan industrinya.
Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya. mengelompokkan pecemaran atas dasar[12]:
  1. Bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya.
  2. Pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial.
  3. Pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder.


BAB III

PENUTUP


1.      Kesimpulan






DAFTAR PUSTAKA