Tampilkan postingan dengan label tujuan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tujuan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 21 Maret 2019

Industrialisasi di Indonesia




BAB I

PENDAHULUAN


1.              Latar Belakang

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Dengan demikian, industri merupakan bagian dari proses produksi. Bahan-bahan industri diambil secara langsung maupun produksi dalam industri itu disebut dengan perindustrian. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas,  yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Karena merupakan kegiatan ekonomi  yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya.

2.      Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan makalah sebagai berikut.    
1.      Apa yang dimaksud dengan industrialisasi?
2.      Apa Konsep dan Tujuan industrialisasi?
3.      Apa Dampak Sosial dan Lingkungan dari Industrialisasi?
4.      Bagaimana sejarah sektor industri di Indonesia?
5.      Apa saja faktor-faktor pendorong industrialisasi di Indonesia?
6.      Apa saja faktor-faktor penghambat industrialisasi Di Indonesia?
7.      Bagaimana Kebijakan Industrialisasi?
8.      Apa Dampak Industrialisasi di Indonesia?

3.      Tujuan

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk:
1.      Mengetahui dan Memahami Apa Yang Dimaksud Dengan Industrialisasi.
2.      Mengetahui dan memahami konsep dan tujuan dari industrialisasi
3.      Mengetahui dan memahami dampak social dan lingkungan dari industrialisasi
4.      Mengetahui dan memahami sejarah industrialisasi di Indonesia
5.      Mengetahui dan memahami faktor-faktor pendorong industrialisasi di Indonesia
6.      Mengetahui dan memahami faktor-faktor penghambat industrialisasi di Indonesia
7.      Mengetahui dan memahami bagaiamana  kebijkan industrialisasi.
8.      Mengetahui dan memahami apa yang menjadi dampak dari industrialisasi Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN


1.       Pembahasan

1.1.           Pengertian Industrialisai

Industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri[1]. Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan di mana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi di mana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.‘[1]
Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia di mana manusia mengubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan atau tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hukum yang menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya[2].
Negara pertama yang melakukan industrialisasi adalah Inggris ketika terjadi revolusi industri pada abad ke 18[3].

1.2.           Konsep dan Tujuan Industrialisasi

tujuan industrialisasi itu sendiri adalah untuk memajukan sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap Negara,dengan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas,dengan industrialisasi ini maka,Negara berkembanga yang mampu memanfaatkannya dengan baik,maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara tersebut.
Industrialisasiè suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam meilmpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.


1.3.           Dampak Sosial dan Lingkungan

  1. Urbanisasi
Terpusatnya tenaga kerja pada pabrik – pabrik di suatu daerah, sehingga daerah tersebut berkembang menjadi kota besar.[6].
  1. Eksploitasi tenaga kerja
Pekerja harus meninggalkan keluarga agar bisa bekerja di mana industri itu berada.
  1. Perubahan pada struktur keluarga
Perubahan struktur sosial berdasarkan pada pola pra industrialisasi di mana suatu keluarga besar cenderung menetap di suatu daerah. Setelah industrialisasi keluarga biasanya berpindah pindah tempat dan hanya terdiri dari keluarga inti (orang tua dan anak – anak). Keluarga dan anak – anak yang memasuki kedewasaan akan semakin aktif berpindah pindah sesuai tempat di mana pekerjaan itu berada.
  1. Lingkungan hidup
Industrialisasi menimbulkan banyak masalah penyakit. Mulai polusi udara, air, dan suara, masalah kemiskinan, alat alat berbahaya, kekurangan gizi. Masalah kesehatan di Negara industri disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial politik, budaya dan juga patogen[7] (mikroorganisme penyebab penyakit)

1.4.           Sejarah Industri di Indonesia

Pada sekitar tahun 1920-an industri-industri moderen di Indonesia hampir semuanya dimiliki oleh orang asing meskipun jumlahnya relatif sedikit. Industri kecil yang ada pada masa itu hanya berupa industri-industri rumah tangga seperti penggilingan padi, tekstil dan sebagainya, yang tidak terkoordinasi. Tenaga kerja terpusat di sektor pertnian dan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan ekspor pemerintah kolonial. 

Perusahaan besar American Tobacco dan perakitan kendaraan bermotor General Motor Car Assembly. Depresi besar yang melanda sekitar tahun 1930-n telah meruntuhkan perekonomian. Penerimaan ekspor turun dari 1.448 juta Gulden (tahun 1929) menjadi 505 juta Gulden (tahun 1935) sehingga mengakibatkan pengangguran. Situasi tersebut memaksa pemerintah kolonial mengubah sistem dan pola kebijaksanaan ekonomi dari menitikberatkan pada sektor perkebunan ke sector industri, dengan memberikan kemudahan-kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian industri baru.

Menurut sensus industri kolonial pertama (1939), industri-industri yang ada ketika itu telah memperkerjakan tenaga kerja sebanya 173 ribu orang yang bergerak di bidang pengolahan makanan dan tekstil serta barang-barang logam, semuanya milik asing. Meskipun sumber dan struktur investasi pada masa itu tidak terkoordinasi dengan baik tetapi, menurut sebuah taksiran, stok investasi total di Indonesia pada tahun 1937 lebih kurang sebesar US$ 2.264 juta, lebih dari separuhnya (US$ 1.411 juta) dimiliki oleh sektor swasta. Dari jumlah tersebut Belanda memegang andil terbesar dengan 63%, kemudian Ingris 14%, Cina 11%, dan Amerika Serikat 7%. 

Pada masa Perang Dunia II kondisi industrialisasi cuku baik. Namun keadaanya terbalik semasa pendudukan Jepang. Hal itu disebabkan adanya larangan impor bahan mentah, diangkutnya barang-barang kapital ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja (romusha) sehingga investasi asing pada masa itu praktis nihil. Limabelas tahun kemudian setelah merdeka, Indonesia menjadi pengimpor besar barang-barang kapital dan teknologi, serta mulai memprioritaskan pengembangan sektor industri dan menawarkan investasi asing. Berkat kebijaksanaan itu, penanam modal asing mulai berdatangan meskipun masih dalam taraf coba-coba.

Pada tahun 1951 pemerintah meluncurkan kebijaksana RUP (Rencana Urgendi Perekonomia). Program utamanya menumbuhkan dan mendorong industri-industri kecil bagi pribumi sembari memberlakukan pembatasan-pembatasan industri-indutri besar atau modern yang banyak dimiliki oleh Eropa dan Cina. Kebijaksanaan RUP ternyata menyebabkan investasi asing berkurang, apalagi dengan adanya situasi politik yang sedang bergejolak pada masa itu; namun di lain pihak telah memacu tumbuh suburnya sektor bisnis oleh kalangan pribumi, kendati masih relatif kecil. Meyadari situasi demikian, pemerintah kemudian beralih ke pola kebijaksanaan yang menitikberatkan pengembangan indutri-industri yang dijalankan atau dimiliki oleh pemerintah.

Sesudah tahun 1957 sektor industri mengalami stagnasi dan perekonomian mengalami masa teduh sepanjang tahun 1960-an sektor industri praktis tidak berkembang. Selain akibat situasi politik yang selalu beergejoak juga disebabkan karena kelangkaan modal dan tenaga ahli serta terampil. Aliran modal yang masuk mayoritas dari negara sosialis dalam bentuk pinjaman (hampir setengahnya dari Rusia). Pada masa itu perekonomian dalam keadaan sulit akibat inflasi yang parah dan berkepanjangan menurunya PDB, kecilnya peran sektor industri (hanya sekitar 10% dari PDB) dan tingginya angka penganggguran. Sektor industri didominasi oleh industri-industri berat seperti pabrik baja di Cilegon dan pabrik super Fosfat di Cilacap. Keadaan ini terwariskan kepemerintahan orba. Pemerintah Orde Baru melakukan perubahan-perubahan besar dalam kebijakan perindustrian. Keadaan semakin baik dengan berhasilnya kebijakan stabilitas di tingkat makro dan dilaksanakannya kebijakan diberbagai bidang,

1.5.           Faktor-faktor pembangkit Industri Indonesia

Adapun faktor-faktor pembangkit industri di Indonesia, antara lain:[9]:
  1. Struktur organisasi
Dilakukan inovasi dalam jaringan institusi pemerintah dan swasta yang melakukan impor. Sebagai pihak yang membawa,mengubah, mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi.
  1. Ideologi
Perlu sikap dalam menentukan pilihan untuk mengembangkan suatu teknologi apakah menganut tecno-nasionalism,techno-globalism, atau techno-hybrids[10].
  1. Kepemimpinan
Pemimpin dan elit politik Indonesia harus tegas dan cermat dalam mengambil keputusan. Hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan pasar dalam negeri maupun luar negeri.

1.6.           Faktor penghambat Industri Indonesia:

Faktor-faktor yang menjadi penghambat industri di Indonesia meliputi[11]:
  1. Keterbatasan teknologi
Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi menghambat efektifitas dan kemampuan produksi.
  1. Kualitas sumber daya manusia
Terbatasnya tenaga profesional di Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan mengoperasikan alat alat dengan teknologi terbaru.
  1. Keterbatasan dana pemerintah
Terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi

1.7.           Kebijakan Industrialisasi

 Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum.
      Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hokum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi  tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.
      Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan pentingnya organisasi, termasuk identifikasi.
berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis , menejeman , finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.
      Pemerintahan orde baru melakukan perubahan-perubahan besar dalam kebijakan perindustrian. Ada tiga aspek kebijakan ekonomi orde baru yang menumbuhkan iklim lebih baik bagi pertumbuhan sektor industri. Ketiga aspek tersebut adalah:
1.      Dirombaknya sistem devisa. Sehingga transaksi luar negeri menjadi lebih bebas dan lebih sederhana.
2.      Dikuranginya fasilitas-fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara, dan kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sektor swasta bersama-sama dengan sektor BUMN.
3.      Diberlakukannya undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA).
Dalam implementasinya ada empat argumentasi basis teori yang melandasi suatu kebijakan industrialisasi, yaitu :
1.      Keunggulan komperatif
Negara-negara yang menganut basis teori keunggulan komperatif (comparative advantage) akan mengembangkan sub sektor atau jenis-jenis industri yang memiliki keunggulan komparatif baginya.
2.      Keterkaitan industrial
Negara-negara yang bertolak dari keterkaitan industrial (industrial linkage) akan lebih mengutamakan pengembangan bidang-bidang kegiatan atau sektor-sektor ekonomi lain.
3.      Penciptaan kesempatan kerja
Negara yang industrialisasinya dilandasi argumentasi penciptaan lapangan kerja (employment creator) niscaya akan lebih memprioritaskan pengembangan industri-industri yang paling banyak tenaga kerja. Jenis industri yang dimajukan bertumpu pada industri-industri padat karya dan indsutri-industri kecil.
Loncatan teknologi
Negara-Negara yang menganut argumentasi loncatan teknologi (teknologi jump) percaya bahwa industri-industri yang menggunakan tehnologi tinggi (hitech) akan memberikan nilai tambah yang sangat baik, diiringi dengan kemajuan bagi teknologi bagi industri-industri dan sektor lain.
Sebagai negara industri maju baru, sektor industri Indonesia harus mampu memenuhi beberapa kriteria dasar antara lain:
1)      Memiliki peranan dan kontribusi tinggi bagi perekonomian Nasional,
2)      IKM memiliki kemampuan yang seimbang dengan Industri Besar,
3)      Memiliki struktur industri yang kuat (Pohon Industri lengkap dan dalam),
4)      Teknologi maju telah menjadi ujung tombak pengembangan dan penciptaan pasar,
5)      Telah memiliki jasa industri yang tangguh yang menjadi penunjang daya saing internasional industri, dan
6)      Telah memiliki daya saing yang mampu menghadapi liberalisasi penuh dengan negara-negara APEC.
Diharapkan tahun 2020 kontribusi industri non-migas terhadap PDB telah mampu mencapai 30%, dimana kontribusi industri kecil (IK) ditambah industri menengah (IM) sama atau mendekati kontribusi industri besar (IB). Selama kurun waktu 2010 s.d 2020 industri harus tumbuh rata-rata 9,43% dengan pertumbuhan IK, IM, dan IB masing-masing minimal sebesar 10,00%, 17,47%, dan 6,34%.
Untuk mewujudkan target-target tersebut, diperlukan upaya-upaya terstruktur dan terukur, yang harus dijabarkan ke dalam peta strategi yang mengakomodasi keinginan pemangku kepentingan  berupa strategic outcomes yang terdiri dari:
1)      Meningkatnya nilai tambah industri,
2)      Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri,
3)      Kokohnya faktor-faktor penunjang pengembangan industri,
4)      Meningkatnya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri yang hemat energi dan ramah lingkungan,
5)      Menguat dan lengkapnya struktur industri,
6)      Meningkatnya  persebaran pembangunan industri, serta
7)      Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB.
Dalam rangka merealisasikan target-target tersebut, Kementerian Perindustrian telah menetapkan dua pendekatan guna membangun daya saing industri nasional yang tersinergi dan terintegrasi antara pusat dan daerah. Pertama, melalui pendekatan top-down dengan pengembangan 35 klaster industri prioritas yang direncanakan dari Pusat dan diikuti oleh partisipasi daerah yang dipilih berdasarkan daya saing internasional serta potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kedua, melalui pendekatan bottom-up dengan penetapan kompetensi inti industri daerah yang merupakan keunggulan daerah, dimana pusat turut membangun pengembangannya, sehingga daerah memiliki daya saing. Pengembangan kompetensi inti di tingkat provinsi disebut sebagai Industri Unggulan Provinsi dan di tingkat kabupaten/kota disebut Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota.
Pendekatan kedua ini merupakan pendekatan yang didasarkan pada semangat Otonomi Daerah. Penentuan pengembangan industri melalui penetapan klaster industri prioritas dan kompetensi inti industri daerah sangat diperlukan guna memberi kepastian dan mendapat dukungan dari seluruh sektor di bidang ekonomi termasuk dukungan perbankan.



1.8.           Dampak Industrialisasi di Indonesia

Teknologi memungkinkan negara tropis seperti Indonesia untuk memanfaatkan kekayaan hutan untuk meningkatkan devisa negara dan pembangunan infrastruktur. Hilangnya hutan di Indonesia berarti hilang juga tanaman - tanaman yang memiliki khasiat sebagai obat dan juga fauna langka yang hidup di ekosistem hutan tersebut.
Dibalik kesuksesan Indonesia dalam pembangunan sebenarnya ada kemerosotan dalam cadangan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan. Pada kota kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Medan, Jakarta, Surabaya, Bandung, Lhoksumawe, bahkan hampir seluruh kota kota di pulau Jawa sudah mengalami peningkatan suhu udara, Walaupun daerah tersebut tidak pesat perkembangan industrinya.
Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya. mengelompokkan pecemaran atas dasar[12]:
  1. Bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya.
  2. Pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial.
  3. Pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder.


BAB III

PENUTUP


1.      Kesimpulan






DAFTAR PUSTAKA