Tampilkan postingan dengan label kuliah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kuliah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 November 2023

AKUNTANSI SYARIAH TRANSAKSI IJARAH

 AKUNTANSI TRANSAKSI IJARAH


  1. Pengertian Akuntansi Ijarah

Secara etimologi, al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al- 'iwadhu  (ganti). Dalam pengertian terminologi,  yang dimaksud dengan ijarah  adalah akad  pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa  diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership atau milkiyyah) atas barang itu  sendiri.  Dalam  konteks  perbankan  syariah,  ijarah  adalah  lease  contract  di  mana  suatu  bank  atau  lembaga  keuangan  menyewakan  peralatan  (equipment)  kepada  salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara  pasti sebelumnya (fixed charge).

Menurut  Sofyan  Safri,  Ijarah  adalah  akad  sewa-menyewa  antara  pemilik  ma’jur (obyek  sewa)  dan  musta’jir (penyewa)  untuk  mendapatkan  imbalan  atas  obyek  sewa  yang  disewakannya.  Ijarah  muntahiyah  bittamlik  adalah  akad  sewa-  menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas  obyek sewa yang disewakannya dengan “opsi perpindahan hak milik” obyek sewa  pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.

  1. Jenis Akuntansi Ijarah

  1. ijarah  adalah  akad  pemindahan  hak  guna  (manfaat)  atas  suatu  aset  dalam  waktu  tertentu  dengan  pembayaran  sewa  (ujrah)  tanpa  diikuti  dengan  pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sewa yang dimaksud adalah sewa  operasi (operating lease).

  2. Ijarah  muntahiyah  bittamlik  adalah  ijarah  dengan  wa’d  perpindahan kepemilikan aset yang di-ijarah-kan pada saat tertentu.  

Perpindahan  kepemilikan  suatu  aset  yang  diijarahkan  dari  pemilik  kepada penyewa, dalam ijarah muntahiyah bittamlik, dilakukan akad ijarah  telah berakhir atau diakhiri dan aset ijarah telah diserahkan kepada penyewa  dengan membuat akad terpisah secara:  

  1.  hibah; 

  2. penjualan sebelum akhir masa akad;  

  3. penjualan pada akhir masa akad  

  4. penjualan secara bertahap.     

Pemilik  obyek  sewa  dapat  meminta  penyewa  menyerahkan  jaminan  atas  ijarah  untuk  menghindari  risiko  kerugian.  Jumlah,  ukuran  dan  jenis  obyek sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.

  1. Landasan Syariah Akuntansi Ijarah

  1. Al-Qur‟an   

Dasar hukumnya akad ijarah antara lain terdapat dalam al-Qur’an:  “Dan,  jika  kamu  ingin  anakmu  disusukan  oleh  orang  lain,  tidak  dosa  bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.  Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat  apa yang kamu kerjakan” (QS. al-Baqarah: 233)

  1. Hadis

Dari Abdullah bin „Umar berkata, sesungguhnya Nabi Rasulullah  SAW  bersabda,  berikan  kepada  seorang  pekerja  upahnya  sebelum  keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)

  1. Rukun dan Syarat Akuntansi Ijarah

  1. Rukun Ijarah 

  1. Musta’jir / penyewa  

  2. Mu’ajjir / pemilik 

  3. Ma’jur / barang atau obyek sewaan  

  4. Ajran atau Ujrah / Harga sewa atau manfaat sewa  

  5. Ijab Qabul    

  1. Syarat-syarat Ijarah adalah  

  1. Pihak yang terlibat harus saling ridha  

  2. Ma’jur (barang / obyek sewa) ada manfaatnya : 

  1. Manfaat tersebut dibenarkan agama / halal  

  2. Manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur/ diperhitungkan  

  3. Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa  

  4. Ma’jur wajib dibeli Musta’jir

  1. Akuntansi Akad Ijarah

Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Ijarah sebagaimana  tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 09/DSN- MUI/IV/2000 tanggal 13 April 2000 (Fatwa, 2006) sbb:  

Pertama : Rukun dan syarat ijarah  

  1. Pernyataan ijab dan qabul  

  2. Pihak-pihak  yang  berakad  (berkontrak);  terdiri  atas  pemberi  sewa  (lessor, pemilik asset, LKS) dan penyewa (lessee, pihak yang  mengambil manfaat dari pengguna asset nasabah).  

  3. Objek kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan asset  

  4. Manfaat dari penggunaan asset dalam ijarah adalah obyek kontrak yang  harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari  sewa dan bukan asset itu 

  5. secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent,  dengan cara penawaran dari pemilik asset (LKS) dan penerimaan yang  dinyatakan oleh penyewa (nasabah).    

Kedua : Ketentuan Obyek Ijarah  

  1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa  

  2. Manfaat  barang  harus  bisa  dinilai  dan  dapat  dilaksanakan  dalam  kontrak  

  3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan

  4. Kesanggupan  memenuhi  manfaat  harus  nyata  dan  sesuai  dengan  syariah  

  5. Manfaat arus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk  menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan  sengketa  

  6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk  jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau  identifikasi fisik  

  7. Sewa adalah sesuatu  yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada  LKS  sebagai  pembayaran  manfaat.  Sesuatu  yang  dapat  dijadikan  harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah  

  8. Pembayaran  sewa  boleh  berbentuk  jasa  (manfaat  lain)  dari  jenis  yang sama dengan obyek kontrak  

  9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diiwujudkan  dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

Ketiga : Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah  

  1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa 

  1. Menyediakan aset yang disewakan  

  2. Menanggung biaya pemeliharaan aset  

  3. Menjaminan bila terdapat cacat pada aset yang disewakan  

  1. Kewajiban nasabah sebagai penyewa  

  1. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga  keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai  kontrak  

  2. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan  (tidak materiil)  

  3. Jika  aset  yang  disewa  rusak,  bukan  karena  pelanggaran  dari  penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak  penyewa  dalam  menjaganya,  ia  tidak  bertanggung  jawab  atas  kerusakan tersebut.


  1. Standar Akuntansi Ijarah


Akuntansi Pemilik (Mu’jir)

Akuntansi Penyewa (Musta’jir)

Biaya Perolehan

Objek ijarah diakui pada saat objek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan.


Penyusutan dan Amortisasi





Objek ijarah disusutkan atau diamortisasi, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomis).


Pendapatan dan Beban

Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah diserahkan kepada penyewa.

Beban sewa diakui selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima

Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang terkait, misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.



DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Sri dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009)

Harahap, Rahmat. Akuntansi Syariah, (Medan, 2020)

Dewan standar akuntansi keuangan. 2008. Exposure Draft PSAK No. 107-109, Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia



Senin, 06 November 2023

LAPORAN KEUANGAN ENTITAS SYARIAH

 LAPORAN KEUANGAN ENTITAS SYARIAH

  1. Laporan Keuangan Entitas Syariah

Laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah selama periode tertentu, yang berguna untuk seluruh stake holder dalam pengambilan keputusan entitas. DIisamping itu laporan Keuangan itu sendiri bertujuan untuk:

  1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha;  

  2. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap kepatuhan prinsip syariah, serta informasi aset,  kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, bila ada, dan bagaimana perolehan dan penggunaannya;  

  3. Informasi  untuk  membantu  mengevaluasi  pemenuhan  tanggung  jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak.; 

  4. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam  modal  dan  pemilik  dana  syirkah  temporer;  dan  informasi mengenai pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas syariah, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah dan wakaf

Laporan keuangan entitas syariah meliputi: Laporan Posisi Keuangan, Laporan Laba Rugi dan penghasilan komprehensif lain, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan sumber dan penggunaan zakat, Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, Catatan atas laporan keuangan

  1. Karakteristik kualitatif laporan keuangan

Karakteristik kualitatif dalam laporan keuangann membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif  pokok yaitu:

  1. Dapat dipahami

Informasi  yang  terdapat  dalam  laporan  keuangan mudah dipahami oleh pengguna.  Pengguna yang di maksud ini diasumsikan  memiliki  pengetahuan  yang  memadai mengenai laporan keuangan itu sendiri. Dengan demikian, informasi yang terdapat dalam laporan keuangan bukan dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dipahami oleh pengguna tertentu.


  1. Relevan

Laporan keuangan dapat dikatakan relevan jika informasi yang disajikan dalam laporan tersebut dapat memenuhi kebutuhan pemakai dalam pengambilan keputusan pengguna artinya  Informasi dapat  mempengaruhi  keputusan  ekonomi  pengguna  dengan membantu  mereka  untuk mengevaluasi  kejadian  masa  lalu,  masa  kini  atau  masa  depan serta dapat menegaskan, atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka di masa lalu. 

Peran informasi dalam peramalan (predictive) dan penegasan (confirmatory)  berkaitan  satu  sama  lain. Informasi posisi keuangan dan kinerja di masa lalu seringkali digunakan sebagai  dasar  untuk  memprediksi  posisi  keuangan  dan  kinerja masa  depan  dan  hal-hal  lain  yang  langsung  menarik  perhatian  pemakai, seperti pembayaran dividen dan upah, pergerakan harga sekuritas dan kemampuan  entitas  syariah  untuk  memenuhi  komitmennya  ketika  jatuh tempo.  Untuk  memiliki  nilai  prediktif,  informasi  tidak  perlu  harus  dalam keadaan peramalan eksplisit. Namun demikian, kemampuan laporan keuangan untuk membuat prediksi dapat ditingkatkan dengan menampilkan informasi tentang transaksi dan peristiwa masa lalu. Misalnya, nilai prediktif laporan  laba  rugi  dapat  ditingkatkan  kalau  pos-pos  penghasilan  atau  beban yang tidak biasa, abnormal dan jarang diungkapkan secara terpisah.

  1. Keandalan

Agar  bermanfaat,  informasi  juga  harus  andal  (reliable).  Laporan keuanagan dapat dikatakan andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur (faithfull representation) dari yang seharusnya disajikan. Informasi yang andal itu jika hakikat atau penyajian penggunaan informasi tersebut secara potensial tidak menyesatkan.  Misalnya,  jika  keabsahan  dan  jumlah  tuntutan  atas  kerugian dalam  suatu  tindakan  hukum  masih  dipersengketakan,  mungkin  tidak  tepat bagi entitas syariah untuk mengakui jumlah seluruh tuntutan tersebut dalam neraca, meskipun mungkin tepat untuk mengungkapkan jumlah serta keadaan dari tuntutan tersebut.

  1. Dapat dibandingkan

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas syariah lain pada umumnya. Hal tersebut berguna untuk membandingkan laporan keuangan antar periode maupun antar entitas dengan tujuan untuk mengidentifikasi kinerja entitas itu sendiri  sebagai bahan evaluasi untuk periode selanjutnya, serta untuk mengidentifikasi kecendrungan posisi keuangan dan perubahan posisi keuangan secara relatif.

  1. Unsur-Unsur Laporan Keuangan

Sesuai karekteristik maka laporan keuangan entitas syariah antara lain meliputi: 

  1. Komponen  laporan  keuangan  yang  mencerminkan  kegiatan  komersil  : Laporan posisi keuangan (neraca), Laporan laba rugi, Laporan arus kas, Laporan perubahan ekuitas;  

  1. Posisi Keuangan:

  1. Aset ,sumber daya yang dikuasasi entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa  masa  lalu  dan  manfaat  ekonomi  masa  depan  diharapkan  dapat  diperoleh. 

  2. Kewajiban  adalah  hutang  entitas  masa  kini  yang  timbul  dari  peristiwa  masa  lalu.  Penyelesaiannya  menyebabkan  arus  keluar  dari  sumber  daya  entitas syariah.   

  3. Dana  Syirkah  temporer  adalah  dana  yang  diterima  sebagai  investasi  dengan jangka waktu tertentu dimana entitas memiiki hak untuk mengelola  dan menginvestasikannya dengan bagi hasil sesuai kesepakatan.  

  4. Ekuitas  adalah  hak  residual  atas  aset  entitas  syariah  setelah  dikurangi  semua kewajiban dan dana syirkah temporer.  

  1. Laba Rugi

Dalam laporan laba rugi, Penghasilan  bersih  (laba)  seringkali  digunakan  sebagai  ukuran  kinerja  atau  sebagai  dasar  bagi  ukuran  yang  lain  seperti  imbalan  investasi  (return  on  investment)  atau  penghasilan  persaham  (earning  per  share).  Unsur  yang  langsung  berkaitan  dengan  pengukuran  penghasilan  bersih (laba) adalah penghasilan dan beban.

  1. Penghasilan, meliputi pendapatan  (revenue)  maupun  keuntungan (gains). Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah seperti  penjualan, penghasilan jasa (fees), bagi hasil, dividen, royalti dan sewa

  2. Beban, mencakup kerugian maupun yang timbul dalam  pelaksanaan aktivitas entitas syariah misalnya, beban  pokok penjualan, gaji dan penyusutan. Beban tersebut biasanya berbentuk  arus keluar atau berkurangnya aset seperti kas (dan setara kas), persediaan  dan aset tetap.

  3. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer, bagian   bagi  hasil  pemilik  dana  atas  keuntungan  dan  kerugian  hasil  investasi  bersama entitas syariah dalam suatu periode laporan keuangan. Hak pihak  ketiga  atas  bagi  hasil  tidak  bisa  dikelompokkan  sebagai  beban  (ketika  untung) atau pendapatan (ketika rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi  hasil merupakan alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas  investasi yang dilakukan bersama dengan entitas syariah.

  1. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial: Laporan  sumber  dan  penggunaan  dana  zakat;  dan  Laporan  sumber  dan penggunaan dana kebijakan.  

  2. Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut.

  1. Pengukuran Unsur Laporan Keuangan   

Pengukuran  merupakan  proses  penetapan  jumlah  uang  untuk  mengakui  dan  memasukkan  setiap  unsur  laporan  keuangan  dalam  neraca  dan  laporan  laba  rugi.  Proses ini menyangkut pemilihan dasar pengukuran itu. Sejumlah dasar pengukuran  yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang berbeda dalam laporan  keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:   

  1. Biaya historis   Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau  sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk  memperoleh  aset  tersebut  pada  saat  perolehan.  Kewajiban  dicatat  sebesar  jumlah  yang  diterima  sebagai  penukar  dari  kewajiban  (obligation),  atau  dalam  keadaan  tertentu  (misalnya,  pajak  penghasilan),  dalam  jumlah  kas  (atau setara kas) yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi  kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal.   

  2. Biaya kini (current cost)  Aset  ini  dinilai    dalam  jumlah  kas  (atau  setara  kas)  yang  seharusnya  dibayar jika aset  yang sama atau setara aset diperoleh sekarang. Kewajiban  dinyatakan  dalam  jumlah  kas  (atau  setara  kas)  yang  tidak  didiskontokan  (undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan  kewajiban (obligation) sekarang. 

  3. Nilai realisasi/penyelesaian (realizable/settlement value)  Aset  dinyatakan  dalam  jumlah    kas  (atau  setara  kas)  yang  dapat  diperoleh  sekarang  dengan  menjual  aset  dalam  pelepasan  normal  (ordely  disposal). Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian; yaitu jumlah kas  (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan  untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha secara normal.

DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Sri dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009)

Harahap, Rahmat, Akuntansi Syariah, (Medan, 2020)

Ikatan Akuntansi Indonesia. (2007). Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDDPLKS). Graha Akuntan, Jakarta


Rabu, 01 November 2023

AKUNTANSI SYARIAH TRANSAKSI ISTISHNA

 


AKUNTANSI TRANSAKSI ISTISHNA


  1. Pengertian

Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang  tertentu  dengan  kriteria  dan  persyaratan  tertentu  yang  disepakati  antara  pemesan  (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’). Berdasarkan akad tersebut,  pembeli  menugasi  produsen  untuk  menyediakan  al-mashnu  (barang  pesanan)  sesuai  spesifikasi  yang  disyaratkan  pembeli  dan  menjualnya  dengan  harga  yang  disepakati.  Cara  pembayaran  dapat  berupa  pembayaran  dimuka,  cicilan,  atau  Tangguhan sampai jangka waktu tertentu.

  1. Jenis Istishna

  1. Istishna Biasa

Akad  jual  beli  dalam  bentuk  pemesanan  pembuatan  barang  tertentu  dengan  kriteria  dan  persyaratan  tertentu yang  disepakati  antara  pemesan  (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’).

  1. Istishna Paralel

Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi  istishna. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak  lain (sub-kontraktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna  maka hal ini disebut istishna paralel. Istishna paralel dapat dilakukan dengan  syarat:  

  1. akad  kedua  antara  bank  dan  sub-kontraktor  terpisah  dari  akad  pertama  antara bank dan pembeli akhir; 

  2. akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.      

Pada dasarnya istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:  

  1. kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; atau  

  2. akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat  menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.     

Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari  produsen/penjual atas

  1. jumlah yang telah dibayarkan; dan  

  2. penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.     Produsen/penjual  mempunyai  hak  untuk  mendapatkan  jaminan  bahwa  harga yang disepakati akan dibayar tepat waktu.

  1. Landasan Syariah

  1. Al-Qur‟an     

“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (Qs. al- Baqarah: 275)    “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara  tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan,  hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.  Dan, janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah  mengajarkannya.....(Al-Baqarah: 282)    

  1.  Hadits  

“Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja  non-Arab,  lalu  dikabarkan  kepada  beliau  bahwa  raja-raja  nonArab  tidak  sudi menerima surat yang tidak distempel. Maka beliau pun memesan agar  ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan- akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau"  (HR. Muslim)

  1. Rukun dan Syarat Istishna

  1. Rukun Istishna 

  1. Produsen / pembuat barang (shaani) dan juga menyediakan bahan  bakunya  

  2. Pemesan / pembeli barang (Mustashni)  

  3. Proyek / usaha barang / jasa yang dipesan (mashnu’)  

  4. Harga (Tsaman) 

  5. Shighat / Ijab Qabul    

  1. Syarat-syarat Istishna 

  1. Pihak  yang  berakal  cakap  hukum  dan  mempunyai  kekuasaan  untuk  melakukan jual beli  

  2. Ridha / kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji 

  3. Apabila isi akad disyaratkan Shani’ hanya bekerja saja, maka akad ini  bukan lagi istishna, tetapi berubah menjadi akad ijarah  

  4. Pihak  yang  membuat  menyatakan  kesanggupann  untuk  mengadakan  /  membuat barang itu  

  5. Mashnu’ (barang / obyek pesanan) mempunyai kriteria yang jelas seperti  jenis, ukuran (tipe), mutu dan jumlahnya  

  6. Barang  tersebut  tidak  termasuk  dalam  kategori  yang  dilarang  syara’  (najis, haram, samar/ tidak jelas) atau menimbulkan kemudharatan  (menimbukan maksiat)

  1. Ketentuan Akad Istishna

Ketentuan Akad Istishna  Dewan  Syariah  Nasional  menetapkan  aturan  tentang  Jual  Beli  Istishna  sebagaimana  tercantum  dalam  fatwa  Dewan  Syariah  Nasional  nomor  06/DSN- MUI/IV/2000 tertanggal 4 April 2000 (Fatwa, 2006) sebagai berikut:  

Pertama : Ketentuan tentang pembayaran 

  1. Alat  bayar  harus  diketahui  jumlah  dan  bentuknya,  baik  berupa  uang,  barang, atau manfaat 

  2. Pembayaran dilakukan sesuai dengan manfaat  

  3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.   

Kedua : Ketentuan tentang barang  

  1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang  

  2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya  

  3. Penyerahnnya dilakukan kemudian  

  4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan  kesepakatan  

  5. Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjua barang sebelum menerimanya

  6. Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai  kesepakatan  

  7. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak dengan kesepakatan, pemesan  memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan  akad    

Ketiga : Ketentuan lain :  

  1. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan,  hukumnya mengikat.  

  2. Semua  ketentuan  dalam  jual  beli  salam  yang  tidak  disebutkan  diatas  berlaku pula pada jual beli isthisna’ 

  3. Jika  salah  satu  pihak  tidak  menunaikan  kewajibannya  atau  jika  terjadi  perselisihan diantara kedua belah pihak maka penyelesaiannya dilakukan  melalui badan arbitrasi syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui  musyawarah.     

Sedangkan  Fatwa  yang  berkaitan  dengan  Istishna  Paralel  sebagaimana  tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional no 22/DSN- MUI/III/2004 tanggal  28 Maret 2004 (Fatwa, 2006) sebagai berikut:  

Pertama : Ketentuan umum  

  1. Jika LKS melakukan transaksi Istishna’ untuk memenuhi kewajibannya  kepada nasabah ia dapat melakukan istishna’ lagi dengan pihak lain pada  obyek  yang  sama,  dengan  syarat  istishna’  pertama  tidak  bergantung  (mu’allaq) pada istishna’ kedua  

  2. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad istishna’ (Fatwa DSN  No. 06/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam Istishna Paralel

  1. Standar Akuntansi Istishna

  1. Akuntansi untuk Penjual

Pendapatan istishna’ diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Akad adalah selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli.

Penjual menyajikan:

  1. Piutang istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir.

  2. Termin istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah tagihan termin penjual kepada pembeli akhir.

  1. Akuntansi untuk Pembeli

Pembeli mengakui aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui utang istishna’ kepada penjual. Beban istishna’ tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan utang istishna’.

Pembeli menyajikan:

  1. Utang ishtisna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.

  2. Aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar:

  1. persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli akhir, jika istishna’ paralel; atau

  2. kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna’ (bukan istishna’ paralel).

  1. Berakhirnya Akad Istishna

Kontrak istishna bisa berakhir berdasarkan kondisi-kondisi berikut.

  1. Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah pihak

  2. Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak

  3. Pembatalan hukum kontrak. Hal ini dilakukan jika muncul sebab yang masuk akal untuk mencegah dilaksanakannya kontrak atau penyelasainnya, dan masing-masing pihak bisa menuntut pembatalannya.

DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Sri dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009)

Harahap, Rahmat. Akuntansi Syariah, (Medan, 2020)

Dewan standar akuntansi keuangan. 2008. PSAK No. 101-106, Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia.