Tampilkan postingan dengan label ekonomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ekonomi. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 November 2023

AKUNTANSI SYARIAH TRANSAKSI SALAM

 AKUNTANSI TRANSAKSI SALAM


  1. Pengertian Akuntansi Salam

Salam berasal dari kata bai’ as-salam (السلم  بيع ) secara bahasa disebut juga  dengan as-salaf (السلف) yang bermaksud at-taqdīm (التقديم)  yang berarti pendahuluan  atau  mendahulukan,  karena  jual  beli  yang  harganya  didahulukan  kepada  penjual,  yang berarti pesanan atau jual beli dengan melakukan pemesanan terlebih dahulu. Bai‟  as-salam  secara  istilah  adalah  menjual  suatu  barang  yang  penyerahannya  ditunda  atau  menjual  suatu  barang  yang  ciri-cirinya  jelas  dengan  pembayaran  modal  lebih  awal,  sedangkan  barangnya  diserahkan  kemudian  hari.  Kemudian  para fuqaha‟ menyebutnya dengan barang-barang mendesak karena ia sejenis jual  beli  barang  yang  tidak  ada  di  tempat,  sementara  dua  pokok  yang  melakukan  transaksi jual beli mendesak.

Salam dalam akuntansi syariah adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu

  1. Jenis Akada Salam

  1. Salam Biasa  

Jual  beli  muslam  fiih  (barang  pesanan)  dimana  barang  yang  diperjual  belikan belum ada ketika transaksi dan pembeli melakukan pembayaran dimuka  sedangkan penyerahan barang dilakukan dikemudian hari.

  1. Salam Paralel  

Bank  dapat  bertindak  sebagai  pembeli  atau  penjual  dalam  suatu  transaksi  salam.  Jika  bank  bertindak  sebagai  penjual  kemudian  memesan  kepada  pihak  lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut  salam paralel.

Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:  

  1. akad kedua antara bank dan pemasok terpisah dari akad pertama antara  bank dan pembeli akhir; dan  

  2. akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.   

Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual  di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka  waktu  akad.  Dalam  hal  bank  bertindak  sebagai  pembeli,  bank  syariah  dapat  meminta jaminan kepada nasabah untuk menghindari risiko yang merugikan bank.  Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis,  spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai  dengan  karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan  yang  dikirimkan  salah  atau  cacat  maka  penjual harus  bertanggung  jawab  atas  kelalaiannya.

  1. Sumber Hukum Akad Salam

  1. Al-Quran

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditnetukan, hendaknya kamu menuliskannya dengan benar…” (Qs. Al-Baqarah :282)

  1. Hadis

“Barang siapa melakukan salam, hendaknya ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pulas, untuk jangka waktu yang diketahu.” (HR Bukhari Muslim).

  1. Rukun dan Syarat Akad Salam  

  1. Rukun salam adalah:  

  1. Muslam / pembeli  

  2. Muslam ilaih / penjual  

  3. Muslam fiihi / barang atau hasil produksi  

  4. Modal atau uang  

  5. Shighat / Ijab Qabul  

  1.  Syarat-syarat Salam adalah : 

  1.  Pihak yang berakad

  2. Ridha dua belah pihak dan tidak ingkar 

  3. Cakap hukum

  1. Ketentuan Transaksi Salam

Ketentuan Dalam Akad Salam   Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Jual beli Salam  sebagaimana  tercantum  dalam  fatwa  Dewan  Syariah  Nasional  nomor  05/DSN- MUI/IV/2000 tertanggal 1 April 2000 (Fatwa, 2006) sebagai berikut:   

Pertama : Ketentuan tentang pembayaran :  

  1. Alat  bayar  harus  diketahui  jumlah  dan  bentuknya,  baik  berupa  uang,  barang atau manfaat.  

  2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati  

  3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.      


Kedua : Ketentuan tentang barang  

  1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang  

  2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya  

  3. Penyerahan dilakukan kemudian  

  4. Waktu  dan  tempat  penyerahan  barang  harus  ditetapkan  berdasarkan  kesepakatan

  5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya  

  6. Tidak  boleh  menukar  barang,  kecuali  dengan  barang  sejenis  sesuai  kesepakatan

Ketiga:Ketentuan tentang salam parallel, Dibolehkan melakukan salam parallel dengan syarat 

  1. Akad kedua terpisah dari akad pertama, dan  

  2. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah     

Keempat : Penyerahan barang sebelum atau pada waktunya :  

  1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan  kualitas dan jumlah yang telah disepakati.  

  2. Jika  penjual  menyerahkan  barang  dengan  kualitas  yang  lebih  tinggi,  penjual tidak boleh meminta tambahan harga.  

  3. Jika  penjual  menyerahkan  barang  dengan  kualitas  yang  lebih  rendah,  dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut  pengurangan harga (diskoun)

Kelima : Pembatalan kontrak 

Pada  dasarnya  pembatalan  salam  boleh  dilakukan,  selama  tidak merugikan kedua belah pihak

  1. Standar Akuntansi Salam

  1. Akuntansi untuk Pembeli

Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.Denda yang diterima oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan. 

Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:

  1. besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara bersama sama dengan pihak lain;

  2. jenis dan kuantitas barang pesanan; dan

  3. pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.




  1. Akuntansi untuk Penjual

Kewajiban salam diakui p nada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar modal usaha salam yang diterima. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan barang kepada pembeli. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.

Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan:

  1. piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang memiliki hubungan istimewa;

  2. jenis dan kuantitas barang pesanan; dan

  3. pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Sri dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009)

Harahap, Rahmat. Akuntansi Syariah, (Medan, 2020)


Kamis, 09 November 2023

AKUNTANSI SYARIAH TRANSAKSI IJARAH

 AKUNTANSI TRANSAKSI IJARAH


  1. Pengertian Akuntansi Ijarah

Secara etimologi, al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al- 'iwadhu  (ganti). Dalam pengertian terminologi,  yang dimaksud dengan ijarah  adalah akad  pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa  diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership atau milkiyyah) atas barang itu  sendiri.  Dalam  konteks  perbankan  syariah,  ijarah  adalah  lease  contract  di  mana  suatu  bank  atau  lembaga  keuangan  menyewakan  peralatan  (equipment)  kepada  salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara  pasti sebelumnya (fixed charge).

Menurut  Sofyan  Safri,  Ijarah  adalah  akad  sewa-menyewa  antara  pemilik  ma’jur (obyek  sewa)  dan  musta’jir (penyewa)  untuk  mendapatkan  imbalan  atas  obyek  sewa  yang  disewakannya.  Ijarah  muntahiyah  bittamlik  adalah  akad  sewa-  menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas  obyek sewa yang disewakannya dengan “opsi perpindahan hak milik” obyek sewa  pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.

  1. Jenis Akuntansi Ijarah

  1. ijarah  adalah  akad  pemindahan  hak  guna  (manfaat)  atas  suatu  aset  dalam  waktu  tertentu  dengan  pembayaran  sewa  (ujrah)  tanpa  diikuti  dengan  pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sewa yang dimaksud adalah sewa  operasi (operating lease).

  2. Ijarah  muntahiyah  bittamlik  adalah  ijarah  dengan  wa’d  perpindahan kepemilikan aset yang di-ijarah-kan pada saat tertentu.  

Perpindahan  kepemilikan  suatu  aset  yang  diijarahkan  dari  pemilik  kepada penyewa, dalam ijarah muntahiyah bittamlik, dilakukan akad ijarah  telah berakhir atau diakhiri dan aset ijarah telah diserahkan kepada penyewa  dengan membuat akad terpisah secara:  

  1.  hibah; 

  2. penjualan sebelum akhir masa akad;  

  3. penjualan pada akhir masa akad  

  4. penjualan secara bertahap.     

Pemilik  obyek  sewa  dapat  meminta  penyewa  menyerahkan  jaminan  atas  ijarah  untuk  menghindari  risiko  kerugian.  Jumlah,  ukuran  dan  jenis  obyek sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.

  1. Landasan Syariah Akuntansi Ijarah

  1. Al-Qur‟an   

Dasar hukumnya akad ijarah antara lain terdapat dalam al-Qur’an:  “Dan,  jika  kamu  ingin  anakmu  disusukan  oleh  orang  lain,  tidak  dosa  bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.  Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat  apa yang kamu kerjakan” (QS. al-Baqarah: 233)

  1. Hadis

Dari Abdullah bin „Umar berkata, sesungguhnya Nabi Rasulullah  SAW  bersabda,  berikan  kepada  seorang  pekerja  upahnya  sebelum  keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)

  1. Rukun dan Syarat Akuntansi Ijarah

  1. Rukun Ijarah 

  1. Musta’jir / penyewa  

  2. Mu’ajjir / pemilik 

  3. Ma’jur / barang atau obyek sewaan  

  4. Ajran atau Ujrah / Harga sewa atau manfaat sewa  

  5. Ijab Qabul    

  1. Syarat-syarat Ijarah adalah  

  1. Pihak yang terlibat harus saling ridha  

  2. Ma’jur (barang / obyek sewa) ada manfaatnya : 

  1. Manfaat tersebut dibenarkan agama / halal  

  2. Manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur/ diperhitungkan  

  3. Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa  

  4. Ma’jur wajib dibeli Musta’jir

  1. Akuntansi Akad Ijarah

Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Ijarah sebagaimana  tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 09/DSN- MUI/IV/2000 tanggal 13 April 2000 (Fatwa, 2006) sbb:  

Pertama : Rukun dan syarat ijarah  

  1. Pernyataan ijab dan qabul  

  2. Pihak-pihak  yang  berakad  (berkontrak);  terdiri  atas  pemberi  sewa  (lessor, pemilik asset, LKS) dan penyewa (lessee, pihak yang  mengambil manfaat dari pengguna asset nasabah).  

  3. Objek kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan asset  

  4. Manfaat dari penggunaan asset dalam ijarah adalah obyek kontrak yang  harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari  sewa dan bukan asset itu 

  5. secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent,  dengan cara penawaran dari pemilik asset (LKS) dan penerimaan yang  dinyatakan oleh penyewa (nasabah).    

Kedua : Ketentuan Obyek Ijarah  

  1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa  

  2. Manfaat  barang  harus  bisa  dinilai  dan  dapat  dilaksanakan  dalam  kontrak  

  3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan

  4. Kesanggupan  memenuhi  manfaat  harus  nyata  dan  sesuai  dengan  syariah  

  5. Manfaat arus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk  menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan  sengketa  

  6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk  jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau  identifikasi fisik  

  7. Sewa adalah sesuatu  yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada  LKS  sebagai  pembayaran  manfaat.  Sesuatu  yang  dapat  dijadikan  harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah  

  8. Pembayaran  sewa  boleh  berbentuk  jasa  (manfaat  lain)  dari  jenis  yang sama dengan obyek kontrak  

  9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diiwujudkan  dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

Ketiga : Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah  

  1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa 

  1. Menyediakan aset yang disewakan  

  2. Menanggung biaya pemeliharaan aset  

  3. Menjaminan bila terdapat cacat pada aset yang disewakan  

  1. Kewajiban nasabah sebagai penyewa  

  1. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga  keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai  kontrak  

  2. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan  (tidak materiil)  

  3. Jika  aset  yang  disewa  rusak,  bukan  karena  pelanggaran  dari  penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak  penyewa  dalam  menjaganya,  ia  tidak  bertanggung  jawab  atas  kerusakan tersebut.


  1. Standar Akuntansi Ijarah


Akuntansi Pemilik (Mu’jir)

Akuntansi Penyewa (Musta’jir)

Biaya Perolehan

Objek ijarah diakui pada saat objek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan.


Penyusutan dan Amortisasi





Objek ijarah disusutkan atau diamortisasi, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomis).


Pendapatan dan Beban

Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah diserahkan kepada penyewa.

Beban sewa diakui selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima

Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang terkait, misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.



DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Sri dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009)

Harahap, Rahmat. Akuntansi Syariah, (Medan, 2020)

Dewan standar akuntansi keuangan. 2008. Exposure Draft PSAK No. 107-109, Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia



Senin, 06 November 2023

LAPORAN KEUANGAN ENTITAS SYARIAH

 LAPORAN KEUANGAN ENTITAS SYARIAH

  1. Laporan Keuangan Entitas Syariah

Laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah selama periode tertentu, yang berguna untuk seluruh stake holder dalam pengambilan keputusan entitas. DIisamping itu laporan Keuangan itu sendiri bertujuan untuk:

  1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha;  

  2. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap kepatuhan prinsip syariah, serta informasi aset,  kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, bila ada, dan bagaimana perolehan dan penggunaannya;  

  3. Informasi  untuk  membantu  mengevaluasi  pemenuhan  tanggung  jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak.; 

  4. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam  modal  dan  pemilik  dana  syirkah  temporer;  dan  informasi mengenai pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas syariah, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah dan wakaf

Laporan keuangan entitas syariah meliputi: Laporan Posisi Keuangan, Laporan Laba Rugi dan penghasilan komprehensif lain, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan sumber dan penggunaan zakat, Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, Catatan atas laporan keuangan

  1. Karakteristik kualitatif laporan keuangan

Karakteristik kualitatif dalam laporan keuangann membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif  pokok yaitu:

  1. Dapat dipahami

Informasi  yang  terdapat  dalam  laporan  keuangan mudah dipahami oleh pengguna.  Pengguna yang di maksud ini diasumsikan  memiliki  pengetahuan  yang  memadai mengenai laporan keuangan itu sendiri. Dengan demikian, informasi yang terdapat dalam laporan keuangan bukan dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dipahami oleh pengguna tertentu.


  1. Relevan

Laporan keuangan dapat dikatakan relevan jika informasi yang disajikan dalam laporan tersebut dapat memenuhi kebutuhan pemakai dalam pengambilan keputusan pengguna artinya  Informasi dapat  mempengaruhi  keputusan  ekonomi  pengguna  dengan membantu  mereka  untuk mengevaluasi  kejadian  masa  lalu,  masa  kini  atau  masa  depan serta dapat menegaskan, atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka di masa lalu. 

Peran informasi dalam peramalan (predictive) dan penegasan (confirmatory)  berkaitan  satu  sama  lain. Informasi posisi keuangan dan kinerja di masa lalu seringkali digunakan sebagai  dasar  untuk  memprediksi  posisi  keuangan  dan  kinerja masa  depan  dan  hal-hal  lain  yang  langsung  menarik  perhatian  pemakai, seperti pembayaran dividen dan upah, pergerakan harga sekuritas dan kemampuan  entitas  syariah  untuk  memenuhi  komitmennya  ketika  jatuh tempo.  Untuk  memiliki  nilai  prediktif,  informasi  tidak  perlu  harus  dalam keadaan peramalan eksplisit. Namun demikian, kemampuan laporan keuangan untuk membuat prediksi dapat ditingkatkan dengan menampilkan informasi tentang transaksi dan peristiwa masa lalu. Misalnya, nilai prediktif laporan  laba  rugi  dapat  ditingkatkan  kalau  pos-pos  penghasilan  atau  beban yang tidak biasa, abnormal dan jarang diungkapkan secara terpisah.

  1. Keandalan

Agar  bermanfaat,  informasi  juga  harus  andal  (reliable).  Laporan keuanagan dapat dikatakan andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur (faithfull representation) dari yang seharusnya disajikan. Informasi yang andal itu jika hakikat atau penyajian penggunaan informasi tersebut secara potensial tidak menyesatkan.  Misalnya,  jika  keabsahan  dan  jumlah  tuntutan  atas  kerugian dalam  suatu  tindakan  hukum  masih  dipersengketakan,  mungkin  tidak  tepat bagi entitas syariah untuk mengakui jumlah seluruh tuntutan tersebut dalam neraca, meskipun mungkin tepat untuk mengungkapkan jumlah serta keadaan dari tuntutan tersebut.

  1. Dapat dibandingkan

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas syariah lain pada umumnya. Hal tersebut berguna untuk membandingkan laporan keuangan antar periode maupun antar entitas dengan tujuan untuk mengidentifikasi kinerja entitas itu sendiri  sebagai bahan evaluasi untuk periode selanjutnya, serta untuk mengidentifikasi kecendrungan posisi keuangan dan perubahan posisi keuangan secara relatif.

  1. Unsur-Unsur Laporan Keuangan

Sesuai karekteristik maka laporan keuangan entitas syariah antara lain meliputi: 

  1. Komponen  laporan  keuangan  yang  mencerminkan  kegiatan  komersil  : Laporan posisi keuangan (neraca), Laporan laba rugi, Laporan arus kas, Laporan perubahan ekuitas;  

  1. Posisi Keuangan:

  1. Aset ,sumber daya yang dikuasasi entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa  masa  lalu  dan  manfaat  ekonomi  masa  depan  diharapkan  dapat  diperoleh. 

  2. Kewajiban  adalah  hutang  entitas  masa  kini  yang  timbul  dari  peristiwa  masa  lalu.  Penyelesaiannya  menyebabkan  arus  keluar  dari  sumber  daya  entitas syariah.   

  3. Dana  Syirkah  temporer  adalah  dana  yang  diterima  sebagai  investasi  dengan jangka waktu tertentu dimana entitas memiiki hak untuk mengelola  dan menginvestasikannya dengan bagi hasil sesuai kesepakatan.  

  4. Ekuitas  adalah  hak  residual  atas  aset  entitas  syariah  setelah  dikurangi  semua kewajiban dan dana syirkah temporer.  

  1. Laba Rugi

Dalam laporan laba rugi, Penghasilan  bersih  (laba)  seringkali  digunakan  sebagai  ukuran  kinerja  atau  sebagai  dasar  bagi  ukuran  yang  lain  seperti  imbalan  investasi  (return  on  investment)  atau  penghasilan  persaham  (earning  per  share).  Unsur  yang  langsung  berkaitan  dengan  pengukuran  penghasilan  bersih (laba) adalah penghasilan dan beban.

  1. Penghasilan, meliputi pendapatan  (revenue)  maupun  keuntungan (gains). Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah seperti  penjualan, penghasilan jasa (fees), bagi hasil, dividen, royalti dan sewa

  2. Beban, mencakup kerugian maupun yang timbul dalam  pelaksanaan aktivitas entitas syariah misalnya, beban  pokok penjualan, gaji dan penyusutan. Beban tersebut biasanya berbentuk  arus keluar atau berkurangnya aset seperti kas (dan setara kas), persediaan  dan aset tetap.

  3. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer, bagian   bagi  hasil  pemilik  dana  atas  keuntungan  dan  kerugian  hasil  investasi  bersama entitas syariah dalam suatu periode laporan keuangan. Hak pihak  ketiga  atas  bagi  hasil  tidak  bisa  dikelompokkan  sebagai  beban  (ketika  untung) atau pendapatan (ketika rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi  hasil merupakan alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas  investasi yang dilakukan bersama dengan entitas syariah.

  1. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial: Laporan  sumber  dan  penggunaan  dana  zakat;  dan  Laporan  sumber  dan penggunaan dana kebijakan.  

  2. Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut.

  1. Pengukuran Unsur Laporan Keuangan   

Pengukuran  merupakan  proses  penetapan  jumlah  uang  untuk  mengakui  dan  memasukkan  setiap  unsur  laporan  keuangan  dalam  neraca  dan  laporan  laba  rugi.  Proses ini menyangkut pemilihan dasar pengukuran itu. Sejumlah dasar pengukuran  yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang berbeda dalam laporan  keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:   

  1. Biaya historis   Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau  sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk  memperoleh  aset  tersebut  pada  saat  perolehan.  Kewajiban  dicatat  sebesar  jumlah  yang  diterima  sebagai  penukar  dari  kewajiban  (obligation),  atau  dalam  keadaan  tertentu  (misalnya,  pajak  penghasilan),  dalam  jumlah  kas  (atau setara kas) yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi  kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal.   

  2. Biaya kini (current cost)  Aset  ini  dinilai    dalam  jumlah  kas  (atau  setara  kas)  yang  seharusnya  dibayar jika aset  yang sama atau setara aset diperoleh sekarang. Kewajiban  dinyatakan  dalam  jumlah  kas  (atau  setara  kas)  yang  tidak  didiskontokan  (undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan  kewajiban (obligation) sekarang. 

  3. Nilai realisasi/penyelesaian (realizable/settlement value)  Aset  dinyatakan  dalam  jumlah    kas  (atau  setara  kas)  yang  dapat  diperoleh  sekarang  dengan  menjual  aset  dalam  pelepasan  normal  (ordely  disposal). Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian; yaitu jumlah kas  (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan  untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha secara normal.

DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Sri dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009)

Harahap, Rahmat, Akuntansi Syariah, (Medan, 2020)

Ikatan Akuntansi Indonesia. (2007). Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDDPLKS). Graha Akuntan, Jakarta