Rabu, 01 November 2023

AKUNTANSI SYARIAH TRANSAKSI ISTISHNA

 


AKUNTANSI TRANSAKSI ISTISHNA


  1. Pengertian

Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang  tertentu  dengan  kriteria  dan  persyaratan  tertentu  yang  disepakati  antara  pemesan  (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’). Berdasarkan akad tersebut,  pembeli  menugasi  produsen  untuk  menyediakan  al-mashnu  (barang  pesanan)  sesuai  spesifikasi  yang  disyaratkan  pembeli  dan  menjualnya  dengan  harga  yang  disepakati.  Cara  pembayaran  dapat  berupa  pembayaran  dimuka,  cicilan,  atau  Tangguhan sampai jangka waktu tertentu.

  1. Jenis Istishna

  1. Istishna Biasa

Akad  jual  beli  dalam  bentuk  pemesanan  pembuatan  barang  tertentu  dengan  kriteria  dan  persyaratan  tertentu yang  disepakati  antara  pemesan  (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’).

  1. Istishna Paralel

Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi  istishna. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak  lain (sub-kontraktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna  maka hal ini disebut istishna paralel. Istishna paralel dapat dilakukan dengan  syarat:  

  1. akad  kedua  antara  bank  dan  sub-kontraktor  terpisah  dari  akad  pertama  antara bank dan pembeli akhir; 

  2. akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.      

Pada dasarnya istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:  

  1. kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; atau  

  2. akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat  menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.     

Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari  produsen/penjual atas

  1. jumlah yang telah dibayarkan; dan  

  2. penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.     Produsen/penjual  mempunyai  hak  untuk  mendapatkan  jaminan  bahwa  harga yang disepakati akan dibayar tepat waktu.

  1. Landasan Syariah

  1. Al-Qur‟an     

“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (Qs. al- Baqarah: 275)    “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara  tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan,  hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.  Dan, janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah  mengajarkannya.....(Al-Baqarah: 282)    

  1.  Hadits  

“Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja  non-Arab,  lalu  dikabarkan  kepada  beliau  bahwa  raja-raja  nonArab  tidak  sudi menerima surat yang tidak distempel. Maka beliau pun memesan agar  ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan- akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau"  (HR. Muslim)

  1. Rukun dan Syarat Istishna

  1. Rukun Istishna 

  1. Produsen / pembuat barang (shaani) dan juga menyediakan bahan  bakunya  

  2. Pemesan / pembeli barang (Mustashni)  

  3. Proyek / usaha barang / jasa yang dipesan (mashnu’)  

  4. Harga (Tsaman) 

  5. Shighat / Ijab Qabul    

  1. Syarat-syarat Istishna 

  1. Pihak  yang  berakal  cakap  hukum  dan  mempunyai  kekuasaan  untuk  melakukan jual beli  

  2. Ridha / kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji 

  3. Apabila isi akad disyaratkan Shani’ hanya bekerja saja, maka akad ini  bukan lagi istishna, tetapi berubah menjadi akad ijarah  

  4. Pihak  yang  membuat  menyatakan  kesanggupann  untuk  mengadakan  /  membuat barang itu  

  5. Mashnu’ (barang / obyek pesanan) mempunyai kriteria yang jelas seperti  jenis, ukuran (tipe), mutu dan jumlahnya  

  6. Barang  tersebut  tidak  termasuk  dalam  kategori  yang  dilarang  syara’  (najis, haram, samar/ tidak jelas) atau menimbulkan kemudharatan  (menimbukan maksiat)

  1. Ketentuan Akad Istishna

Ketentuan Akad Istishna  Dewan  Syariah  Nasional  menetapkan  aturan  tentang  Jual  Beli  Istishna  sebagaimana  tercantum  dalam  fatwa  Dewan  Syariah  Nasional  nomor  06/DSN- MUI/IV/2000 tertanggal 4 April 2000 (Fatwa, 2006) sebagai berikut:  

Pertama : Ketentuan tentang pembayaran 

  1. Alat  bayar  harus  diketahui  jumlah  dan  bentuknya,  baik  berupa  uang,  barang, atau manfaat 

  2. Pembayaran dilakukan sesuai dengan manfaat  

  3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.   

Kedua : Ketentuan tentang barang  

  1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang  

  2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya  

  3. Penyerahnnya dilakukan kemudian  

  4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan  kesepakatan  

  5. Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjua barang sebelum menerimanya

  6. Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai  kesepakatan  

  7. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak dengan kesepakatan, pemesan  memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan  akad    

Ketiga : Ketentuan lain :  

  1. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan,  hukumnya mengikat.  

  2. Semua  ketentuan  dalam  jual  beli  salam  yang  tidak  disebutkan  diatas  berlaku pula pada jual beli isthisna’ 

  3. Jika  salah  satu  pihak  tidak  menunaikan  kewajibannya  atau  jika  terjadi  perselisihan diantara kedua belah pihak maka penyelesaiannya dilakukan  melalui badan arbitrasi syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui  musyawarah.     

Sedangkan  Fatwa  yang  berkaitan  dengan  Istishna  Paralel  sebagaimana  tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional no 22/DSN- MUI/III/2004 tanggal  28 Maret 2004 (Fatwa, 2006) sebagai berikut:  

Pertama : Ketentuan umum  

  1. Jika LKS melakukan transaksi Istishna’ untuk memenuhi kewajibannya  kepada nasabah ia dapat melakukan istishna’ lagi dengan pihak lain pada  obyek  yang  sama,  dengan  syarat  istishna’  pertama  tidak  bergantung  (mu’allaq) pada istishna’ kedua  

  2. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad istishna’ (Fatwa DSN  No. 06/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam Istishna Paralel

  1. Standar Akuntansi Istishna

  1. Akuntansi untuk Penjual

Pendapatan istishna’ diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Akad adalah selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli.

Penjual menyajikan:

  1. Piutang istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir.

  2. Termin istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah tagihan termin penjual kepada pembeli akhir.

  1. Akuntansi untuk Pembeli

Pembeli mengakui aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui utang istishna’ kepada penjual. Beban istishna’ tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan utang istishna’.

Pembeli menyajikan:

  1. Utang ishtisna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.

  2. Aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar:

  1. persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli akhir, jika istishna’ paralel; atau

  2. kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna’ (bukan istishna’ paralel).

  1. Berakhirnya Akad Istishna

Kontrak istishna bisa berakhir berdasarkan kondisi-kondisi berikut.

  1. Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah pihak

  2. Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak

  3. Pembatalan hukum kontrak. Hal ini dilakukan jika muncul sebab yang masuk akal untuk mencegah dilaksanakannya kontrak atau penyelasainnya, dan masing-masing pihak bisa menuntut pembatalannya.

DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Sri dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009)

Harahap, Rahmat. Akuntansi Syariah, (Medan, 2020)

Dewan standar akuntansi keuangan. 2008. PSAK No. 101-106, Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar