AKUNTANSI TRANSAKSI ISTISHNA
Pengertian
Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’). Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan al-mashnu (barang pesanan) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau Tangguhan sampai jangka waktu tertentu.
Jenis Istishna
Istishna Biasa
Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’).
Istishna Paralel
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (sub-kontraktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut istishna paralel. Istishna paralel dapat dilakukan dengan syarat:
akad kedua antara bank dan sub-kontraktor terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir;
akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
Pada dasarnya istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:
kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; atau
akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari produsen/penjual atas
jumlah yang telah dibayarkan; dan
penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu. Produsen/penjual mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan bahwa harga yang disepakati akan dibayar tepat waktu.
Landasan Syariah
Al-Qur‟an
“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (Qs. al- Baqarah: 275) “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan, hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan, janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya.....(Al-Baqarah: 282)
Hadits
“Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja non-Arab, lalu dikabarkan kepada beliau bahwa raja-raja nonArab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel. Maka beliau pun memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan- akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau" (HR. Muslim)
Rukun dan Syarat Istishna
Rukun Istishna
Produsen / pembuat barang (shaani) dan juga menyediakan bahan bakunya
Pemesan / pembeli barang (Mustashni)
Proyek / usaha barang / jasa yang dipesan (mashnu’)
Harga (Tsaman)
Shighat / Ijab Qabul
Syarat-syarat Istishna
Pihak yang berakal cakap hukum dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli
Ridha / kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji
Apabila isi akad disyaratkan Shani’ hanya bekerja saja, maka akad ini bukan lagi istishna, tetapi berubah menjadi akad ijarah
Pihak yang membuat menyatakan kesanggupann untuk mengadakan / membuat barang itu
Mashnu’ (barang / obyek pesanan) mempunyai kriteria yang jelas seperti jenis, ukuran (tipe), mutu dan jumlahnya
Barang tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang syara’ (najis, haram, samar/ tidak jelas) atau menimbulkan kemudharatan (menimbukan maksiat)
Ketentuan Akad Istishna
Ketentuan Akad Istishna Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Jual Beli Istishna sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 06/DSN- MUI/IV/2000 tertanggal 4 April 2000 (Fatwa, 2006) sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan tentang pembayaran
Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat
Pembayaran dilakukan sesuai dengan manfaat
Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Kedua : Ketentuan tentang barang
Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang
Harus dapat dijelaskan spesifikasinya
Penyerahnnya dilakukan kemudian
Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan
Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjua barang sebelum menerimanya
Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan
Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad
Ketiga : Ketentuan lain :
Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat.
Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan diatas berlaku pula pada jual beli isthisna’
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrasi syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Sedangkan Fatwa yang berkaitan dengan Istishna Paralel sebagaimana tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional no 22/DSN- MUI/III/2004 tanggal 28 Maret 2004 (Fatwa, 2006) sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan umum
Jika LKS melakukan transaksi Istishna’ untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah ia dapat melakukan istishna’ lagi dengan pihak lain pada obyek yang sama, dengan syarat istishna’ pertama tidak bergantung (mu’allaq) pada istishna’ kedua
Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad istishna’ (Fatwa DSN No. 06/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam Istishna Paralel
Standar Akuntansi Istishna
Akuntansi untuk Penjual
Pendapatan istishna’ diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Akad adalah selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli.
Penjual menyajikan:
Piutang istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir.
Termin istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah tagihan termin penjual kepada pembeli akhir.
Akuntansi untuk Pembeli
Pembeli mengakui aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui utang istishna’ kepada penjual. Beban istishna’ tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan utang istishna’.
Pembeli menyajikan:
Utang ishtisna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.
Aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar:
persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli akhir, jika istishna’ paralel; atau
kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna’ (bukan istishna’ paralel).
Berakhirnya Akad Istishna
Kontrak istishna bisa berakhir berdasarkan kondisi-kondisi berikut.
Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah pihak
Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak
Pembatalan hukum kontrak. Hal ini dilakukan jika muncul sebab yang masuk akal untuk mencegah dilaksanakannya kontrak atau penyelasainnya, dan masing-masing pihak bisa menuntut pembatalannya.
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, Sri dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009)
Harahap, Rahmat. Akuntansi Syariah, (Medan, 2020)
Dewan standar akuntansi keuangan. 2008. PSAK No. 101-106, Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia.