Senin, 30 Oktober 2023

AKUNTANSI TRANSAKSI MURABAHAH

 AKUNTANSI TRANSAKSI MURABAHAH


  1. Pengertian Murabahah

Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Praktik transaksi yang memungkinkan bagi nasabah untuk menyelesaikan masalah finansial ketika kesulitan membeli suatu barang. Dalam kasus ini, Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah. 

Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase. 

Jika seseorang melakukan penjualan komoditas/barang dengan harga lump sum tanpa memberi tahu berapa nilai pokoknya, maka bukan termasuk murabahah, walaupun ia juga mengambil keuntungan dari penjualan tersebut. Penjualan ini disebut musawamah.

  1. Jenis Murabahah

Murabahah sesuai jenisnya dapat dikategorikan dalam :  

  1.  Murabahah  tanpa  pesanan  artinya  ada  yang  beli  atau  tidak,  bank  syariah  menyediakan barang dan  

  2. Murabahah  berdasarkan  pesanan  artinya  bank  syariah  baru  akan  melakukan  transaksi jual beli apabila ada yang pesan.  Murabahah berdasarkan pesanan dapat dikategorikan dalam :  

  1. sifatnya mengikat artinya murabahah berdasarkan pesanan tersebut  mengikat untuk dibeli oleh nasabah sebagai pemesan

  2. sifatnya tidak mengikat artinya walaupun nasabah telah melakukan  pemesanan  barang,  namun  nasabah  tidak  terikat  untuk  membeli  barang  tersebut.

Dari cara pembayaran murabahah dapat dikategorikan menjadi pembayaran  tunai  dan  pembayaran  tangguh.  Dalam  praktek  yang  dilakukan  oleh  bank  syariah  saat  ini  adalah  Murabahah  berdasarkan  pesanan,  sifatnya  mengikat  dengan  cara  pembayaran tangguh.


  1. Landasan Syariah   

  1.  Al-Qur‟an     

“...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (al- Baqarah: 275)    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta  sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang  Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (An-nisa: 29)  

  1. Hadits

Dari Suhaib ar-Rumi r.a Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di  dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah  (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan  rumah, bukan untuk dijual.”(HR Ibnu Majah)  

  1. Ijma   Para ulama telah bersepakat mengenai kehalalan jual beli sebagai transaksi  riil yang sangat dianjurkan dan merupakan sunah Rasulullah.

  1. rukun dan Syarat Akad Murabahah  

 Dalam Murabahah, rukun-rukunnya terdiri dari :  

  1. Ba’i = penjual (pihak yang memiliki barang) 

  2. Musytari = pembeli (pihak yang akan membeli barang)  

  3. Mabi’ = barang yang akan diperjualbelikan  

  4. Tsaman = harga, dan  

  5.  Ijab Qabul = pernyataan timbang terima.

Syarat Murabahah menurut Syafi’i Antonio adalah:  

  1. Penjual memberitahu biaya barang kepada nasabah  

  2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan  

  3. Kontrak harus bebas dari riba  

  4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang  sesudah pembelian  

  5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan  pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

  1. Pengakuan dan pengukuran

  1. Akuntansi untuk penjual

  1. Pada saat perolehan diakui sebagai persediaan, pengukuran aset murabahah setelah perolehan awal sebagai berikut:

  1. jika aset murabahah bersifat mengikat

  1. Dinilai sebesar biaya perolehan

  2. Jika terjadi penurunan nilai sebelum diserahkan ke nasabah, maka diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset murabahah

  1. Jika aset murabahah bersifat tanpa pesanan atau tidak mengikat

  1. Dinilai sebesar biaya perolehan atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah

  2. Jika nilai realisasi neto lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian

  1. Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai 

  1. Pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum akad

  2. liabilitas kepada pembeli, jika terjadi setelah akad dan sesuai akad yang disepakati menjadi hak pembeli

  3. Tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad dan sesuai akad yang disepakati menjadi hak penjual

  4. Pendapatan operasional lain, jika terjadi setelah akad dan tidak diperjanjikan dalam akad

  1. Liabilitas kepada pembeli akan terelimnasi Jika

  1. dilakukan pembayaran kepada pembeli sejumlah potongan dikurangi biaya pengembalian

  2. dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat dijangkau oleh penjual.

Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan ditambahkeuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilaisebesar nilai neto yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang

  1. Keuntungan murabahah diakui

  1. Pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara tangguh yang tidak melebihi satu tahun

  2. Selama periode akad dengan tingkat resiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan tersebut untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun. Berikut beberapa metodenya:

  1. Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini terapan untuk  murabahah tangguh dimana resiko penagihan kas dari piutang murabahah dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya relatif kecil.  

  2. Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang murabahah. Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana resioko piutang tidak tertagih relatif lebih besar dan/atau beban untuk mengelola dan menagih piutang tersebut relative besar juga.

  3. Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana resiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar. Dalam prakteknya jarang dipakai.

  1. Akuntansi untuk pembeli

  1. utang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai utang murabahah sebesar harga beli yang disepakati.

  2. Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah tangguhan. Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsionaldengan porsi utang murabahah

DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Sri dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009)

Harahap, Rahmat. Akuntansi Syariah, (Medan, 2020)

Arda, Siti.  Akuntansi Transaksi Murabahah. [Online] https://www.academia.edu/28883321/AKUNTANSI_TRANSAKSI_MURABAHAH.Diakses, 09 September 2021


Senin, 23 Oktober 2023

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN AKUNTANSI SYARIAH

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN AKUNTANSI SYARIAH

Pengertian Akuntansi

Akuntansi dapat didefinisikan sebagai seni dalam mencatat, mengklasifikasi dan menginterprestasikan dengan metode tertentu dalam ukuran moneter, transaksi, dan peristiwa-peristiwa yang bersifat keuangan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya (American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) dalam Harahap, 2003). Lebih lanjut, akuntansi juga disebut sebagai suatu sistem informasi guna mengukur aktivitas bisnis, memproses data menjadi laporan, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan (Horngren, 2007). Tujuan utama dari akuntansi adalah untuk melaksanakan perhitungan periodik antara biaya (usaha) dan hasil (prestasi) (Littleton dalam Muhammad, 2002). Menurut Hariyani (2016), konsep ini merupakan inti dari teori akuntansi dan merupakan ukuran yang dijadikan sebagai rujukan dalam mempelajari akuntansi. Kegunaan akuntansi itu sendiri diantaranya,

  1. Untuk mengetahui informasi yang berguna bagi manajemen.

  2. Untuk menghitung laba atau rugi yang dicapai oleh perusahaan.

  3. Untuk membantu menetapkan hak masing-masing pihak yang berkepentingan dalam perusahaan, baik pihak intern maupun ekstern.

  4. Untuk mengendalikan atau mengawasi aktivitas-aktivitas yang dimiliki perusahaan.

  5. Untuk menunjukkan hal-hal yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam mencapai target yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

 Klasifikasi Akuntansi

Akuntansi terbagi menjadi 2 jenis berdasarkan prinsip yang dianutnya, yaitu Akuntansi Konvensional dan Akuntansi Syariah. Akuntansi Konvensional merupakan ilmu akuntansi sebagaimana umumnya tanpa harus memenuhi prinsip-prinsip syariah. Sedangkan Akuntansi Syariah merupakan ilmu akuntansi yang harus memenuhi prinsip-prinsip syariah yang beberapa diantaranya seperti asas transaksi syariah dan karakteristik transaksi syariah. Adapun asas transaksi syariah dan karakteristik transaksi syariah sebagai berikut.

Asas Transaksi Syariah dan Karakteristik Transaksi Syariah

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007), transaksi syariah merujuk pada prinsip:

  1. Prinsip Persaudaraan (ukhuwah), artinya dalam menjalankan transaksi harus dilandaskan nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat dan bukan mencai keuntungan dengan merugikan orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah didasari dari prinsip saling mengenal, saling menolong, saling menjamin, saling bersinergi dan beraliansi.

  2. Prinsip Keadilan (‘adalah), artinya dalam menjalankan transaksi harus menempatkan sesuai tempatnya, memberikan sesuai haknya dan memperlakukan sesuai posisinya.

  3. Prinsip Kemaslahatan (mashlahah), artinya dalam bertransaksi harus memenuhi unsur kepatuhan syariah (halal) dan baik (thayib).

  4. Prinsip Keseimbangan (tawazun), artinya transaksi tidak hanya menjurus untuk memaksimalkan keuntungan perusahaan untuk kepentingan pemilik, namun semua pihak merasakan kemanfaatannya.

  5. Prinsip Universalisme (syumuliyah), artinya dalam menjalankan transaksi dapat dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan tanpa memandang suku, agama maupun ras

Adapun karakteristik transaksi syariah menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007) sebagai berikut.

  1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha

  2. prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib)

  3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas

  4. Tidak mengandung unsur riba, kezaliman, maysir, gharar, haram

  5. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang

  6. Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain

  7. Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa penawaran (ihtikar)

  8. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).

Akuntansi Syariah juga memiliki standar dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) yang berbeda dengan Akuntansi Konvensional.

Standar Akuntansi Syariah (SAS) dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS)

Menurut Priharto (2018), Akuntansi Syariah mempunyai Standar Akuntansi Syariah (SAS) yang digunakan untuk entitas yang melakukan transaksi syariah baik itu lembaga syariah ataupun non-syariah. SAS mengikuti model SAK milik Akuntansi Konvensional namun dengan basis Syariah yang mengacu pada fatwa MUI. SAS mencakup akuntansi murabahah, akuntansi musyarakah, akuntansi mudharabah, akuntansi salam, akuntansi istishna, kerangka konseptual, penyajian laporan keuangan syariah. 

Adapun Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) merupakan acuan dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah bagi para penggunanya (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007). Salah satu hal yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) adalah pengakuan dan pengukuran laporan keuangan syariah.

Pengakuan dan Pengukuran Laporan Keuangan Syariah

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007), pengakuan (recognition) merupakan proses pembentukan suatu pos yang memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan dalam neraca atau laporan laba rugi sebagai berikut.

  1. Ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos tersebut akan mengalir dari atau ke dalam entitas syariah. Dalam kriteria pengakuan penghasilan, konsep probabilitas digunakan dalam pengertian derajat ketidakpastian bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos tersebut akan mengalir dari atau ke dalam entitas syariah. Konsep tersebut dimaksudkan untuk menghadapi ketidakpastian lingkungan operasi entitas syariah.

  2. Pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Kriteria pengakuan suatu pos yang kedua adalah ada tidaknya biaya atau nilai yang dapat diukur dengan tingkat keandalan tertentu (reliable). Penggunaan estimasi yang layak merupakan bagian esensial dalam penyusunan laporan keuangan tanpa mengurangi tingkat keandalan.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007), pengakuan dalam akuntansi memiliki beberapa jenis diantaranya

  1. Pengakuan Aset, Aset diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa manfaat ekonominya di masa depan diperoleh entitas syariah dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.

  2. Pengakuan Kewajiban, Kewajiban diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal.

  3. Pengakuan Dana Syirkah Temporer, pengakuan dana syirkah temporer dalam neraca hanya dapat dilakukan jika entitas syariah memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang diterima melalui pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal.

  4. Pengakuan Penghasilan, penghasilan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.

  5. Pengakuan Beban, beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.

Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007) untuk pengakuan akuntansi syariah sendiri secara keseluruhan memiliki pengakuan yang berbeda sesuai dengan akad yang telah ditentukan dari awal.

  1. Pengakuan dan pengukuran akuntansi syariah akan berbeda sesuai dengan jenis akuntansinya.

  2. Akuntansi syariah terbagi atas dua pengakuan yaitu pengakuan akuntansi pembeli dan penjual (murabahah, salam, istihna’), akuntansi pemilik dan akuntansi pengelola (mudharabah), akuntansi aktif dan akuntansi mitra pasif (musyarakah), akuntansi pemilik dan penyewa (ijarah), kecuali akuntansi transaksi asuransi syariah tidak terbagi atas dua pengakuan tapi disesuaikan transaksi yang terjadi.

  3. Pengakuan beban, kewajiban, aset, pendapatan berbeda antara akuntansi satu dengan yang lain.

  4. Dalam akuntansi syariah masih ada pengakuan akun-akun yang terdapat pada poin (4) yang tidak tercantum di akuntansi umum yaitu piutang dan potongan penjualan dan pembelian.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007), pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan laba rugi. Proses ini menyangkut pemilihan dasar pengukuran tertentu. Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut

  1. Biaya historis artinya aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.

  2. Biaya kini (current cost) artinya aset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila aset yang sama atau setara aset diperoleh sekarang.

  3. Nilai realisasi/penyelesaian (realisable/settlement value) artinya aset dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset dalam pele-pasan normal (orderly disposal).

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007), dasar pengukuran yang lazimnya digunakan entitas syariah dalam penyusunan laporan keuangan adalah biaya historis. Pengukuran tiap akuntansi menurut jenis akuntansi syariah masing masing berbeda. Adapun untuk pengakuan dan pengukuran akuntansi murabahah, akuntansi salam dan akuntansi IJARAH sebagai berikut

  1. Murabahah (Hariyati, ----)

Akad Murabahah merupakan perjanjian jual-beli dimana bank syariah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah ke produsen dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah margin yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.

  1. Pengakuan

  1. Akuntansi Penjual

Masing-masing item memiliki prosedur pengakuan sendiri-sendiri antara lain :

  • Untuk perolehan aset murabahah diakui sebesar persediaan sebesar biaya perolehan.

  • Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai pengurang biaya perolehan

  • murabahah, kewajiban sebagai pembeli, tambahan keuntungan murabahah,pendapatan operasi lain.

  • Pada saat terjadi akad, piutang murabahah diakui sebagai sebesar biaya perolehan aset murabahah ditambah keuntungan.

  • Keuntungan secara tunai atau secara tangguh diakui pada saat penyerahan barang yang disepakati tidak lebih dari satu tahun dengan memperhatikan resiko untuk merealisasi keuntungan lebih dari satu tahun.

  • Potongan angsuran diberikan pembeli pada saat melakukan pembayaran tepat waktu dan jika ada penurunan pembayaran diakui sebagai beban.

  1. Akuntansi Pembeli Akhir

  • Utang yang timbul karena transaksi murabahah tangguh diakui sebagai utang sebesar harga beli yang disepakati.

  • Aset yang diperoleh diakui sebesar biaya perolehan murabahah tunai.

  • Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah tangguhan.

  • Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah, potongan

  • pelunasan dan potongan utang murabahah diakui sebagai pengurang beban murabahah tangguhan.


  1. Pengukuran

Pengukuran asset murabahah setelah perolehan diakui pada saat :

  • Murabahah pesanan mengikat.

  • Murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat.


  1. Salam (Hariyati, ----)

Akuntansi Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan pengiriman di kemudian hari oleh muslam illaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.

  1. Pengakuan

  1. Akuntansi pembeli

  • Pengakuan salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. 

  • Barang pesanan diakui pada saat akad.

  • Denda yang diterima dikanai pembeli diakui sebagai dana kebajikan.

  • Barang persediaan yang telah diterima diakui sebagai persediaan

  1. Akuntansi penjual

  • Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha sebesar modal salam yang diterima.

  • Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (deregcognition) pada saat penyerahan barang pada pembeli.

  1. Pengukuran

  • Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan dan sedangkan modal usaha salam dalam bentuk asst non kas diukur sebesar nilai wajar (baik untuk penjualan maupun pembelian).

  • Barang pesanan yang diterima diukur sebesar nilai yang di sepakati, dan jika kualitasnya berbeda maka barang pesanan yang diterima dan diukur sesuai akad.

  • Barang pesanan diterima dan diukur sesuai akad adapun jika ada selisih diakui sebagai kerugian.

  • Pada saat pelaporan keuangan pada akhir periode, persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah harga perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi.

  1. Ijarah (Hariyati, ----)

Akuntansi ijarah  Akad ijarah (IMBT) adalah perjanjian sewa menyewa suatu barang yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan barang dari pihak yang memberikan sewa kepada pihak penyewa.

  1. Pengakuan

  1. Akuntansi pemilik (Mu’jir)

  • Objek ijarah diakui sebesar harga perolehan.

  • Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat asset di serahkan.

  • Pengakuan perbaikan objek ijarah, pada saat biaya perbaikan tidak rutin diakui pada saat terjadinya objek ijarah dan pada biaya rutin diakui sebagai beban pada saat terjadinya.

  1. Akuntansi penyewa (Musta’jir)

  • Beban sewa diakui selama masa akad pada saat manfaat atas asset yang

  • diterima.

  • Biaya pemeliharaan ditanggung penyewa dan diakui sebagai beban pada

  • saat terjadinya.

  • Keuntungan maupun kerugian penjualan tidak dapat diakui sebagai pengurang atau penambah beban ijarah.

  1. Pengukuran

  • Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasi pada periode akhir pelaporan.

  • Utang sewa diakui sejumlah yang harus dibayar atas kegunaan yang telah di terima.

DAFTAR PUSTAKA


Harahap, Sofyan Safri. (2003). Teori Akuntansi. Edisi Kelima, PT. Raspindo, Jakarta.

Hariyani, Diyah Santi. (2016). Pengantar Akuntansi 1 (Teori & Praktik). Aditya Media Publishing, Malang.

Hariyati, Tri Retno. (----). Teori Pengakuan dan Pengukuran Akuntansi Syariah Versus Akuntansi Umum. (Online). Diakses: https://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/el-muhasaba/article/download/2359/pdf 

Horngren, Charles T. dan Walter T. Harrison Jr. (2007). Akuntansi Jilid Satu. Edisi Tujuh. Erlangga, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS). Graha Akuntan, Jakarta 

Muhammad. (2002). Pengantar Akuntansi Syariah. Edisi Pertama. Salemba Empat, Jakarta.

Priharto, Sugi. (2018). Mengetahui Standar Akuntansi Yang Berlaku di Indonesia. (Online). Diakses: https://cpssoft.com/blog/akuntansi/mengetahui-standar-akuntansi-indonesia/